Rabu, 01 Desember 2010

SHUHAIB bin SINAN

Oleh: K.H. Athian Ali M. Da'i, MA

Shuhaib, dilahirkan di tengah-tengah kehidupan keluarga yang bergelimang kemewahan dan kesenangan. Ayahnya menjadi hakim sekaligus juga walikota "ubullah" yang dingkat langsung oleh maharaja Persia. Istananya terletak dipinggir sungai Efrat. Keluarga Shuhaib termasuk orang-orang Arab yang hijrah ke Irak jauh sebelum hadirnya risalah Islam yang dibawa oleh Rasulullah Saw. Sebagian mereka hijrah dari dataran padang pasir yang kering dan tandus yang dengan Kemahakuasaan-Nya daerah yang baru ditempatinya memiliki kekayaan hasil bumi (minyak bumi) yang sangat luar biasa.
     Di tengah-tengah masa kecil Shuhaib yang sedang menikmati kehidupan istana yang serba mewah, suatu ketika Irak mendapat serangan dari tentara Roma tak terkecuali istana keluarga Shuhaib pun menjadi sasarannya. Pada penyerangan tersebut Irak mengalami kekalahan sehingga banyak penduduknya yang berhasil ditahan termasuk juga anak-anak. Pasukan Roma akhirnya menjadikan anak-anak tersebut dijadikan budak belian termasuk salah satunya Shubaib. Budak-budak tersebut diperjual belikan kepada para majikan dari satu majikan ke majikan yang lain sampai akhirnya Shuhaib dibeli oleh seorang majikan bernama Abdullah bin Junan. Selama menjadi budak Abdullah, Shuhaib dinilai oleh majikannya adalah seorang budak yang sangat cerdas, rajin, mau kerja keras dan jujur sehingga majikannya pun sangat menaruh simpati kepada Shuhaib. Pada suatu hari dipanggilah Shuhaib oleh majikannya dan disampaikannya sesuatu yang menggembirakannya. Shuhaib dimerdekakan dan bahkan diberikan kesempatan berniaga dengan majikannya.
     Selama dalam perjalanan berniaga, Shuhaib sudah sering mendengar tentang keberadaan Rasul yang menyampaikan dakwahnya di Darul Arqom secara sembunyi-sembunyi. Atas panggilan fitrah imannya, secara diam-diam pula Shuhaib sangat ingin mengikuti dakwah Rasul di dalam rumah Arqom bertemulah ia dengan seorang pemuda bernama 'Ammar bin Yasir. Kemudian 'Ammar bertanya: Apa yang kau inginkan berdiri di depan rumah ini? Shuhaib balik bertanya: Kamu sendiri mau kemana? 'Ammar mengatakan: Saya ingin menemui Muhammad, saya ingin mndengar apa yang beliau sampaikan dengan risalah yang dibawanya. Maka Shuhaib pun mengatakan: Saya pun sama. Lalu kedua pemuda tersebut masuk menemui Rasulullah Saw, akhirnya kepada keduanya disampaikan oleh Rasul tentang risalah Islam, seketika itu pula keduanya mengucapkan dua kalimat syahadat.
     Sebuah keputusan besar telah diambil oleh kedua hamba Allah ini untukmemenuhi panggilan fitrah imannya guna menuju jalan yang diridhai-Nya. Saat itu Shuhaib dan 'Ammar tentu saja sangat menyadari betul atas risiko keputusannya tersebut. Risiko tinggi bagi orang-orang asing yang memilih Islam seperti halnya Shuhaib yang hijrah dari Irak dan orang-orang miskin seperti halnya 'Ammar. Menyadari akan situasi yang berkembang saat itu, maka setelah keduanya masuk Islam keluar dari rumah Arqom secara sembunyi-sembunyi sambil menunggu kondisi aman. Kondisi saat itu ajaran Islam dianggap asing dan suatu saat nanti Islam akan dianggap yang aneh kembali. Di dalam hadits lain Rasul menyatakan bahwa suatu saat nanti umat Islam yang akan melaksanakan ajaran bagaikan memegang bara api.
     Apa pun risikonya, Shuhaib dan 'Ammar telah siap menghadapinya. Hal ini menjadi sebuah pelajaran berharga bagi kita bahwa orang-orang yang beriman akan sangat kuat rasa cintanya kepada-Nya (QS. Al Baqarah : 165) dan memiliki prinsip segala aspek kehidupannya baik shlat, ibadah, hidup maupun matinya hanya untuk Allah Tuhan semesta alam (QS. Al An'aam: 162). Perjalanan ruhani Shuhaib hingga mau mencari kebenaran melalaui risalah yang dibawa Rasul menjadi sarana baginya memperoleh hidayah-Nya.: "Dia tunjuki siapa yang Dia kehendaki" (QS. An Nahl, 16:93), dan "Dia memasukkan siapa yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya (QS. Al Ainsaan, 76:31)
     Setelah masuk Islam dan bergabung dengan orang-orang beriman, Shuhaib pun memberanikan diri bercerita tentang dirinya yang membuktikan rasa tanggung jawabnya sebagai seorang muslim yang telah berbai'at kepada Rasulullah, ia berkata: "Tidak pernah suatu peperangan bersenjata yang dilakukan Rasulullah kecuali aku menyertainya. Dan tidak pernah suatu bai'at yang dijalaninya kecuali aku hadir di dalamnya. Dan tidak pernah pasukan bersenjata yang dikirimnya kecuali aku termasuk anggota pasukannya. Dan, tidak pernah beliau bertempur baik di masa-masa pertama Islam atau di masa-masa akhir kecuali aku berada di sebelah kanan atau di sebelah kiri beliau. Dan jika ada sesuatu yang dikhawatirkan kaum muslimin di hadapan mereka pasti aku akan menyerbu paling depan, demikian pula jika ada yang dicemaskan, di belakang mereka pasti aku akan mundur ke belakang. Serta sku tidak rela sama sekali membiarkan Rasulullah Saw berada dalam jangkauan musuh sampai ia kembali menemui Allah!". Suatu gambaran keimanan yang sangat luar biasa yang dilakukan Shuhaib atas kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya.
     Singakat kisah, ketika Rasul hendak berhijrah, Shuhaib pun ikut berniat hijrah yang menjadi orang ketiga di samping Rasul dan Abu Bakar. Berhasillah hijrah Rasul dan Abu Bakar dari jebakkan orang-orang Quraisy sementara Shuhaib terjebak perangkap. Dalam jebakan tersebut ia berusaha berdebat dengan orang-orang Quraisy, saat mereka lengah ia langsung naik punggung untanya lalu dipacunya sekencang-kencangnya. Tak lama kemudian terkejarlah Shuhaib dan langsung berhadapan dengan mereka. Di hadapan mereka ia berseru: "Hai orang-orang Quraisy! Kalian tentu mengetahui bahwa saya adalah ahli memanah. Demi Allah, kalian tidak mungkin dapat mendekatidiriku, sebelum saya lepaskan semua anak panah yang berada dalam kantongku, dan setelah itu akan menggunakan pedangku untuk menebas kalian hingga semua senjataku habis! Jika berani maka majulah kalian. Tapi jika kalian sepakat, saya akan tunjukkan tempat penyimpanan hartaku yang bisa diambil oleh kalian dan membiarkan aku untuk pergi. Akhirnya orang-orang Quraisy setuju untuk memilih memiliki harta peninggalan Shuhaib dan membiarkan beliau pergi menyusul Rasul. Sebuah pelajaran berharga bagi kita bahwa kejujuran Shuhaib ternyata menjadi pegangan orang-orang Quraisy sehingga mereka sama sekali tidak khawatir atas kebohongan petunjuk penyimpanan harta yang akan diberikannya..
     Akhir kisahnya, berhasillah Shuhaib menyusul Rasul di Quba. Kehadiran Shuhaib saat itu bersamaan Rasul sedang bermusyawarah dengan para sahabat. Menyambut kehadiran Shuhaib, Rasul berseru: Beruntunglah perdaganganmu, hai Abu Yahya! Beruntunglah perdaganganmu, hai Abu Yahya!. Seketika itu pula turunlah ayat: "Dan diantara manusia ada yang mengobarkan dirinya untuk mencari keridhaan Allah, dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya (QS. Al Baqarah, 2:207). Shuhaib telah mengorbankan semua hartanya untuk menebus dirinya demi mengikuti jalan iman. Dia telah melakukan jual beli yang hakiki, jual beli yang benar karena jerih payah yang berupa harta yang melimpah telah ditukar dengan mengharap keridhaan-Nya semata.
     Inilah prinsip jual beli yang benar menurut Islam, di mana Allah Swt berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, maukah kalian Aku tunjukkan kepada kalian suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kalian dari azab yang pedih? Hendaklah kalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjuang pada jalan Allah dengan harta dan diri kalian. Demikian itu adalah lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui, niscaya Dia mengampuni dosa dosa kalian dan Dia memasukan kalian ke dalam syurga yang sungai-sungai mengalir di bawahnya dan tempat-tenpat tinggal yang baik di syurga 'Adn. Itulah, Itulah keberuntungan yang besar" (QS Ash Shaff, 61:1012). Juga dalam firman-Nya: "Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan di dunia hanyalah permainan. kelalaian, perhiasan dan berbangga-bangga antara kalian dan berlomba banyak harta dan anak, seperti hujan yang tanamannya mengagumkan petani-petani., kemudian tanamannya menjadi kering dan kalian lihat warnanya kuning, kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat ada azab yang keras dan ad pula ampunan dari Allah dan keridahan-Nya. Dan tiadalah kehidupan dunia melain kan kesenangan yang menipu (QS. Al Hadiid, 57:20)
     Kini sudah selayaknya kita sadar, bahwa segala yang bersifat duniawi tidaklah pernah kekal di tangan manusia. Suatu saat nanti, istri yang cantik atau suami yang ganteng yang sangat kita cintai, anak-anak dn cucu-cucu yang lucu-lucu yang sangat kita sayangi, pangkat dan jabatan yang paling kita khawatirkan bila sampai lepas dari tangan kita, rumah bertingkat, emas dan perak yang membuat kita asyik mengosok-gosoknya tiap hari, uang tabungan yang selalu menyibukkan kita untuk menghitung-hitungnya berapa bertambah dan berapa berkurang. Mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, rela atau tidak rela, semuanya harus kita tinggalkan di alam dunia yang fana ini. Jangankan suami, istri, anak, cucu, pangkat, jabatan, harta kekayaan dan sebagainya bahkan jasad kasar kita pun harus kita tinggalkan tatkala malaikat maut menjemput kita untuk membawa kita ke satu alam yakni alam kubur atau alam barzah namanya yang merupakan alam nun jauh disana, melewati sekian lapis langit. Kata Rasulullah Saw, inilah proses perjalanan yang sangat jauh, perjalanan yang sepi tiada yang menemani kita, karena semua kita tinggalkan di alam dunia yang fana ini. Sebenarnya ada pendamping kita yang sangat setia yang mempu mnyelamatkandan membahagiakan kita di alam barzah dan di alam akhirat nanti, yaitu Iman, Taqwa dan amal ibadah kita selama hidup di dunia ini. Semoga iman, taqwa dan amal ibadah kita pulalah yang akan menjadi bekal an pendamping setia kita pada saatny nanti kita menghadap Ilahi Rabbi.
     Wallahu a'lam bish-shawab.
Sumber Lembar Kajian
Syakshiyyah Islamiyyah

Jumat, 26 November 2010

UTSMAN bin MAZH'UN


     Tokoh yang satu ini termasuk kelompok yang pertama masuk Islam, yakni pada urutan yang keempatbelas. Baliau termasuk orang yang pertama juga dari kaum Muhajirin yang hijrah ke Madinah dan sekaligus menjadi orang pertama yang wafat di Medinah, karenanya menjadi yang pertama pula dari ummat Islam yang dikuburkan di Baqi.
     Beliau dikenal sebagai orang yang suci dan punya kepribadian dan hati yang suci dalam beribadah kepada Allah SWT. Beliau suci bukan karena mengucilkan diri ('Uzlah) jauh dari kehidupan yang bisa mengantarkan orang kepada kesesatan, tapi suci di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang jahil. Corak kehidupannya sangat berbeda dengan konsep hidup kaum sufi pada umumnya yang sebagian mereka berpendapat atau memiliki prinsip "Uzlah" untuk mengambil sikap mengasingkan diri dari kelompok masyarakatnya yang tidak sejalan dengan prinsip hidup seorang mu'min.
     Paling tidak, ada "dua" pola pendekatan yang berbeda yang dilakukan oleh umumnya orang Islam dan kelompok Sufi. Keduanya tentu saja sama-sama hidup di jalan Allah, namun dengan "Manhaj"(Metoda) yang agak berbeda dalam mengartikan "Uzlah". Di mana yang satu mengartikannya dengan mengasingkan diri, atau hijrah dari sebuah kondisi masyarakat yang tidak kondusif untuk berkembangnya keimanan dan kesholehan seseorang. Namun, sementara yang lain tidak sependapat dengan pemaknaan "Uzlah" seperti itu.
     Yang paling menonjol dari diri Utsman bin Mazh'un adalah "Mujahadah"nya, yakni upaya yang sungguh-sungguh untuk hidup di jalan Allah dengan melakukan semua yang dicintai Allah dan meninggalkan segala yang dibenci-Nya dan untuk itu beliau tidak pernah mengasingkan diri dari masyarakat, sebaliknya beliau senantiasa siap menghadapi segala resiko yang terjadi termasuk siap menghadapi siksaan yang sudah biasa dihadapi oleh orang-orang yang baru masuk Islam. Kala itu beliau hadapi segala macam siksaan dengan kesabaran dan tidak pernah berniat sedikit pun untuk lari dari kondisi yang dialaminya.
     Beliau baru mau berhijrah ke Habsy setelah Rasulullah Saw memerintahkan Utsman dan para sahabat yang lain meninggalkan Mekah yang sangat tidak kondusif bagi orang-orang mu'min saat itu. Mereka pun berhijrah lalu menemukan lingkungan di Habsyi yang membuat mereka merasa aman dan nyaman serta bisa meninggalkan lingkungan para penyembah berhala yang telah membuat mereka "muak" melihatnya. Di Habsyi mereka hidup di lingkungan orang-orang Nasrani. Kedatangan mereka dimanfaatkan oleh orang-orang Nasrani untuk mendakwahi dengan maksud agar orang-orang muslim masuk dalam keyakinan mereka. Para sahabat yang hijrah ke Habsyi di bawah pimpinan Utsman bin Mazh'un, tidak mungkin mengikuti ajakan mereka lari dari satu kekufuran lalu masuk ke dalam kekufuran yang lain, keluar dari kesesatan yang satu lalu masuk ke dalam kesesatan yang lain. Karena mereka yakin, "Hanya Islamlah satu-satunya agama yang benar" (QS. Ali Imran, 3:19;85)
     Ketika mereka sedang menikmati kehidupan yang tenang dan nyaman dalam beribadah dan mempelajari Al Qur'an, tiba-tiba muncul berita bahwa di Mekah, orang orang Quraisy dan para tokohnya telah masuk Islam. Berita yang cukup menggembirakan ini menjadikan mereka ingin sekali segera kembali ke Mekah dan mereka pun segera bersiap-siap. Namun, pada saat akan memasuki Mekah, arulah mereka menyadari, bahwa berita tersebut hanya fitnah dan tipu daya belaka sehingga membuat Utsman dan para sahabat betul-betul merasa terpukul atas kecerobohan mereka yang tidak menyelidiki dulu kebenaran berita tersebut. Padahal, mereka saat itu sudah berada di pintu masuk kota Mekah. Sementara itu orang-orang musyirikin yang mendengar akan kehadiran mereka yang dianggap "buronan" menyambut berita tersebut dengan suka cita. Bagi orang-orang musyirikin, Utsman dan para sahabat yang mau menegakkan kebenaran dianggap "buronan".
     Di masyarakat Arab Jahilliyyah saat itu berlaku sistim perlindungan, di mana setiap orang bisa mencari pelindung yang tentu saja dari tokoh Quraisy yang disegani. Menyikapi situasi dan kondisi tersebut, Utsman dan para sahabat berupaya mencari perlindungan. Namun tidak semuanya berhasil. Salah satu yang berhasil adalah Utsman bin Mazh'un yang mendapat perlindungan dari Walid bin Mughirah, seorang tokoh musyirikin Quraisy yang disegani. Karena mendapat perlindungan dari Walid, maka Utsman bin Mazh'un bebas masuk ke Mekah dengan tenang, tidak ada yang berani mengganggu karena Walid sudah mengumumkan di depan masjid bahwa Utsman ada dalam perlindungannya.
     Mendapat perlindungan dari Walid sebenarnya hati Utsman kemudian menjadi sangat tidak tenang, pada saat beliau melihat saudara-saudaranya yang miskin dan lemah tidak menemukan orang untuk melindungi mereka, sehingga mereka harus menerima siksaan yang tidak tertahankan. Melihat saudara-saudaranya hidup dalam penderitaan, batin Utsman bin Mazh'un tidak rela. Akhirnya beliau memutuskan menemui Walid bin Muqhirah untuk menyatakan keinginannya melepaskan diri. Kisahnya dapat diikuti sebagaimana diriwayatkan oleh seorang sahabat: "Ketika Utsman bin Mazh'un melihat beberapa sahabat Rasul mengalami penderitaan yang sangat luar biasa, sementara ia aman dalam perlindungan Walid bin Mughirah, lalu ia berkata dalam hatinya, Demi Allah, sesungguhnya saat ini aku sedang berlindung kepada musuh Allah, sementara sahabat-sahabatku merasakan berbagai azab dan siksaan, maka ia pun segera menemui Walid bin Mughirah dan berkata: "Wahai Abu Abdi Syams (Walid), bebaskan aku dari perlindunganmu! Berkata Walid: Kenapa wahai anak pamanku? Sementara orang lain susah mencari pelindung kau malah minta dibebaskan dari perlindunganku, jika kulepaskan maka boleh jadi kau akan disiksa oleh kaumku. Jawab Utsman: "Tidak, aku lebih suka ada di dalam perlindungan Allah. Pergilah kau ke depan masjid umumkanlah bahwa kau sudah tidak lagi melindungi aku sebagaimana kau dulu mengumumkan perlindungan terhadapku. Lalumereka berdua pun pergi ke halaman masjid. Walid berkata, ini adalah Utsman, dia datang menemuiku untuk membebaskan dirinya dari perlindunganku. Utsman menanggapi pernyataan Walid dengan menyatakan: "Benar yang diucapkan Walid. Dia betul orang yang selama ini bertanggung jawab melindungiku, tetapi aku lebih suka untuk dilindungi oleh Allah dan aku tidak pernah sudi lagi untuk dilindungi oleh orang-orang yang dibenci oleh Allah SWT.
     Dapat kitaambil pelajaran bahwa Utsman sempat mengambil langkah yang kurang tepat, karena sesungguhnya yang tepat sebagai pelindung hanyalah Allah SWT. Karenanya ketika turun ayat 255 surah Al Baqarah, Rasul Saw segera memerintahkan kepada para sahabat yang selama ini menjadi pengawal Rasul: "Wahai saudara-saudaraku, pergilah kalian sekarang jangan lagi kalian mengawalku karena sudah ada yang mengawalku, Allah SWT".
     Usai proses pelepasan perlindungan dari Walid, beliau menghadiri sebuah majelis orang-orang Quraisy yang sedang dipimpin oleh Lubaid bin Rabi'ah. Di dalam majelis tersebut, Lubaid bin Rabi'ah berkata: "Bukankah segala sesuatu selain Allah itu adalah hampa tidak ada nilainya sama sekali di sisi Allah?". Kata Utsman:"Benar, apa yang kau katakan wahai Lubaid. Kata Lubaid pula: "Bukankah setiap kenikmatan suatu saat akan sirna". Utsman menimpali pernyataan Lubaid:"Bohong, nikmat syurga tidak akan pernah sirna selama-lamanya, semua kenikmatandunia benar akan sirna tapi ada kenikmatan syurga yang tidak kalian yakini, tidak akan sirna selama-lamanya. Lubaid merasa terpotong dan terhina dengan ungkapan tersebut, padahal ia seorang tokoh Quraisy yang disegani. Lalu ia mengatakan: "Wahai kaum Quraisy, demi tuhan pernahkah kalian meliha seseorang menghinaku dalam majelis seperti ini?". Salah seorang yang hadir di dalam majelis mengatkan:"Orang yang baru bicara ini adalah orang tolol yng baru saja meninggalkan agama nenek moyang kita, maka jangan digubris ucapannya".
     Sejarah berulang, setiap orang yang akan kembali menegakkan ajaran Allah disebut tolol, bodoh atau idiot oleh orang-orangsesat. Padahal, yang bodoh menurut Allah adalah mereka yang tersirat dan tersurat dalam ayat 179 surah Al A'raaf, yang diantaranya adalah mereka yang memiliki akal namun tidak dipergunakan untuk berfikir di jalan Allah SWT. Utsman bin Mamh'un, menanggapi pernyataan orang tersebut sehingga terjadilah perang mulut di antara mereka, yang bersangkutan lalu berdiri dan memukul salah satu mata Utsman. Melihat kejadian tersebut, Walid bin Mughirah berkata :"demi tuhan wahai keponakanku, jika matamu itu kebal, kau pantas untuk melepaskan tanggungan dariku, tapi kau sudah melepaskan tanggungan itu maka aku tidak akan membelamu. Utsman berkata: "Demi Allah, sesungguhnya mataku yang satu lagi sangat membutuhkan apa yang dialami oleh mataku yang sebelah  karena dianiaya di jalan Allah. Walid berkata: "Jika kau mau, aku masih siap untuk menjadi pelindungmu. Jawab Utsman: "Tidak, tidak untuk selama-lamanya!".
     Pergilah Utsman dengan sebelah matanya yang sakit, tetapi ia begitu luar biasa terbebas jiwanya karena ia sekarang sedang berlindung kepada Allah SWT. Suatu ketika, Rasul memerintahkan para sahabat untuk hijrah ke Medinah dan termasuklah diataranya Utsman. Di Medinah mereka bisa merasakan kekhusyuan beribadah dan kembali kesucian pribadi Utsman nampak kembali tergambar dalam hidup kesehariannya. Ia menjadi "Rahib" (orang suci) yang menghabiskan malamnya untuk beribadah dan siangnya bekerja keras, lalu terkadang malam dan siang dipakai untuk beribadah atau malam dan siang untuk berjuang termasuk berperang menghadapi orang-orang musyirikin.
     utsman punya keistimewaan tersendiri dalam ber-"Zuhud", hidupnya benar-benar-benar jauh dari kenikmatan dunia, beliau lebih suka memakai pakaian yang kasar dan tidak mengganti pakaian dan beliau tidak makan, kecuali makanan yang sangat sederhana. Pada suatu saat beliau masuk ke dalam masjid yang saat itu Rasul dan para sahabat sedang duduk-duduk, beliau masuk dengan memakai pakaian yang sangat tidak layak dipakai, melihat kondisi beliau, Rasul pun tersentuh hatinya, sementara para sahabat yang menyaksikan malah mengalirkan air mata. Beliau beribadah ternyata bukan hanya dengan meninggalkan kenikmatan dunia dalam arti makan, minum dan berpakaian, tapi pernah juga berniat untuk menjauhi istrinya. Ketika berita ini sampai kepada Rasul, maka Rasul mun menegur beliau dengan mengatakan: "Istrimu punya hak darimu".
     Keinginan beliau senantiasa ber-"Mujahadah" inilah yang membuat Rasul sangat mencintai beliau. Karena ketika ruhnya yang suci hendak meninggalkan jasad menuju ke hadirat Allah SWT, Rasul pun berada disampingnya mendampingi sampai akhir hayatnya. Dan ketika utsman bin Mazh'un akhirnya meninggalkan alam dunia ini, Rasul menundukkan kepalanya dan mencium kening memenuhi wajah Utsman dengan air mata. Dengan iringan doa beliau; "Semoga Allah merahmatimu, wahai Utsman, kau tinggalkan alam dunia ini tidak pernah kau ambil sedikitpun keuntungan darinya, dan dunia pun tidak pernah dirugikan oleh sebab kehadiranmu".
     Rasul tidak pernah melupakan orang yang sangat dicintainya, sepeninggal Utsman beliau selalu ingat dan memujinya di depan para sahabt, sehingga diriwayatkan saat putri Rasul, Rukayah akan meninggal dunia, Rasul berkata kepada putrinya:"Temuilah segera di alam barzah (Utsman bin Mazh'un) orang yang sangat baik dan mulia di sisi Allah SWT".
      Wallahu a'lam bish-shawab.

Selasa, 23 November 2010

SA'ID bin 'AMIR



Nama sahabat Raul, Sa'id bin 'Amir ini jarang sekali kita dengar. Beliau termasuk dalam jajaran tokoh para sahabat Rasul yang terkemuka yang hampir setiap kepribadian yang mulia melekat dalam dirinya. Ketakwaan, kesederhanaan, kesahajaan, keshalehan, dan sifat wara" serta sifat zuhudnya menjadi sifat yang melekat dalam diri Sa'id, namun sifat-sifat kemuliaan yang ia miliki tersebut tidak hendak ditonjolkannya. Beliau seperti sahabat-sahabat lainnya termasuk yang tidak pernah absen dalam setiap perang yang terjadi di zaman Rasul Saw, karena sudah menjadi prinsip hidup dan keyakinan mereka bahwa tidak patutu jika ada seorangmu'min yang absen menyertai Rasul Saw, baik dalam kondisi perang maupun damai. Beliau masuk Islam tidak lama setelah pembebasan Khaibar.
     Sifat zuhud adalah sifat yang menjadi prinsip kehidupan mereka yang kita kenal dengan istilah kaum sufi yang disandarkan pada orang-orang yang selalu berusaha hidup meninggalkan kemewahan dunia. Tampilannya yang sangat bersahaja, berpakaian kumal dan rambut tidak rapi, seringkali bahkan orang sulit membedakan antara Sa'id bin 'Amir dengan umumnya fakir miskin. Pendek kata jika dilihat penampilannya sehari-hari sama sekali tidak akan menggambarkan cemerlangnya hati beliau. Tetapi di balik penampilan lahiriyah yang sangat sederhan dan bersahaja didalamnya terdapat jiwa yang sangat mulia, jikalu diibaratkan bak mutiara yang tersimpan di perut lokan.
     Namun beliau tetap mulia di mata para sahabat termauk Umar bin Khathab Ra. Hal inilah yang sudah seharusnya menjadi ukuran standar kita dalam menilai mulia dan tidaknya seseorang. Disadari atau tidak kini kita sudah lama terseret dalam kesalahan penilaian di mana mengukur mulia atau tidaknya seseorang dengan ukuran duniawi. Sehingga kita menilai mulia tidaknya seseorang dilihat dari kaya atau miskinnya atau tinggi dan  rendahnya jabatan yang bersangkutan. Kondisi ini tentu sangat jauh berbeda dengan kepribadian Sa'id bin "Amir. Kepribadian mulia beliau menjadikan orang lain sangat menghormatinya, termasuk Amirul Mu'minin Umar bin Khathab Ra yang sangat memuliakannya.
     Karenanya tatkala Amirul Muminin memecat Mu'awiyyah sebagai kepala daerah di Syria, maka beliau pun menimbang-nimbang siapa calon penggantinya. Cukup lama bagi Umar untuk memilih pengganti Mu'awiyyah, karena Umar mempunyai kriteria yang sangat ketat dan teliti untuk memilih seorang pemimpin atau pejabat. Sebab beliau sadar betul bahwa apabila seorang pejabat yang dipilihnya melakukan kesalahan, maka ada dua orang yang bertanggung jawab di hadapan Allah, dirinya dan pejabat yang diangkatnya.
     Mengangkat seorang pejabat bukan urusan senang atau tidak senang, dekat atau tidak dekat, karena harus dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Sehingga urusan pilih-memilih seorang menjadi pemimpin bukan urusan kecil atau sederhana, sebab jika kita memilih seseorang menjadi pemimpin kemudian selama dia memegang jabatannya tidak amanh, maka tentu saja kita pun ikut bertanggungjawab di akhirat nanti.
     Karenanya, Umar sangat berhati-hati dalam mencari-cari siapa gerangan yang patut menggantikan Mu'awiyyah sebagai kepala daerah di Syria. Terlebih lagi saat itu Syria telah menjadi daerah yang sangat modern, menjadi pusat perniagaan dan tempat yang sesuai untuk bersenang-senang. Sehingga daerah ini menjadi daerah yang bisa menimbulkan godaan bagi siapa pun yang menjadi pejabat di daerah tersebut. Menurut Umar, tidak ada yang patutu memimpin daerah Syria saat itu kecuali orang yang betul-betul suci dirinya dari kecenderungan yang buruk, seorang pribadi yang akan menjadikan syetan pun takut menghadapinya, bukan pribadi yang selalu bertekuk lutut pada syetan. Maka yang pantas tampil adalah seorang pribadi yang benar-benar taa kepada Allah, takwa dan zuhud yang hidupnya selalu berlindung kepada Allah SWT.
     Maka setelah lama Umar merenung, akhirnya beliau pun berteriak di hadapan para ahabat lainnya dengan menyatakan :"Alhamdulillah sudah aku temukan orang tersebut, dia adalah Sa'd bin 'Amir". Dipanggilah Sa'id menghadap Amirul Mu'minin dan Umar pun menawarkan kepada Sa'id untuk menjabat sebagai kepala daerah di kota Homs, Syria. Seperti halnya para sahabat lainnya, Sa'id pun langsung menolak sambil mengatakan :"Wahai Amirul Mu'minin, jangan engkau hadapkan aku dengan sebuah fitnah". Saiid selalu teringat atas sabda Rasul: Jabatan(kedudukan) pada permulaamya penyesalan, pada pertengahannya kesengsaraan (kekesalan hati) dan pada akhirnya azab pada hari kiamat" (HR. Athabrani). Para sahabat menyadari betul bahwa jabatan adalah amanah, jika tidak amanah dalam memikulnya maka dia tidak bisa mengelak untuk mempertanggungjawabkan di hadapan Allah.
     Menyikapi penolakan Sa'id, Amirul Mu'minin dengan nada keras mengatakan :"Demi Allah aku tidak akan pernah menerima penolakanmu". Dengan nada tinggi pula Umar mengatakan: "Adakah engkau letakkan amanah dan kekhalifahan di pundakku lalu kalian beramai-ramai meninggalkanku?". Dalam sekejap langsung Sa'id sadar dan yakin bahwa memang tidak patut rasanya para sahabat mengangkat Umar sebagai khalifah lalu mereka meninggalkan Umar sendiri dalam memimpin kekhalifahan. Akhirnya Sa'id pun menerima jabatan tersebut.
     Tak lama kemudian berangkatlah Sa'id bersama istrinya yang terkenal kecantikannya ke Homsyang saat itu mereka berdua baru menikah. Umar pun membekali mereka berdua untuk kehidupan selama di Homs. Dikisahkan ketika mereka sudah menetap di Homs, berkatalah istri Sa'id kepada suaminya yang bermaksud ingin memanfaatkan uang bekal yang diberikan oleh Amirul Mu'minin untuk membeli kebutuhan secukupnya dan memanfaatkan sisanya untuk bisnis/usaha. Mendengar permintaan istrinya, Sa'id berkata: Maukah engkau aku tunjukan sesuatu yang jauh lebih baik dari apa yang akan engkau lakukan? Ketahuilah sekarang kita berdua tinggal di sebuah negeri yang perdagangannya sangat majjjjjju, maka sebaiknya uang bekal dari Umar kita titipkan saja kepada para pedagang agar memperoleh keuntungan yang sangat besar". Berkata istrinya: "Bagaimana jika pedagang tersebut mengalami kerugian yang berarti kita tidak memperoleh apa-apa? Jawab Sa'id: " Aku yakin dan menjamin itu tidak akan pernah terjadi"
     Istrinya pun menerima setelah mendapat jaminan dari suaminya. Pergilah Sa'id meninggalkan rumah untuk membeli kebutuhan hidup yang sederhana untuk mereka berdua, sementara sebagian besar sisa uangnya beliau bagikan habis kepada fakir miskin. Tak terasa roda kehidupan berjalan terus dari hari berganti hari, suatu saat istri Sa'id bertanya: "Wahai suamiku, bagaimana kondisi usaha kita, sudah banyakkah keuntungannya?". Jawab Sa'id: "Alhamdulillah perniagaan kita cukup pesat perkembangannya dan keuntungannya semakin hari semakin banyak". Suatu hari kembali istrinya bertanya di hadapan beberapa karib kerabatnya yang mengetahui permasalahannya. Sa'id pun tersenyum dan tertawa. Senyuman dan tawa Sa'id menjadikan istrinya mendesak suaminya untuk menyatakan yang sesungguhnya, Sa'id berkata: "Semua sisa uang sudah habis aku sedekahkan kepada fakir miskin".
     Inilah perniagaan yang hakiki yang dijamin dan dijanjikan oleh Allah SWT melalui firmannya; "Hai orang-orang yang beriman, maukah kalian Aku tunjukkan kepada kalian suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kalian dari azab yang pedih? Hendaklah kalian berimanKepada Allah dan Rasul-Nya dan berjuang pada jalan Allah dengan harta dan diri kalian. Demikian itu adalah lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui" (QS. Ash Shhaff, 61: 10-11). Melalui ayat ini Allah mengajarkan kepada kita untuk ikhlas mengorbankan dunia untuk bisa membeli kebahagiaan akhirat. Apa pun yang ada di dunia harus siap dikorbankan untuk bisa mencapai kebahagiaan akherat, bukan sebaliknya akhirat yang dikorbankan untuk bisa mencapai kebahagiaan dunia.
     Mendengar jawaban suaminya yang telah menghabiskan sisa uangnya dibagikan kepada fakir miskin, menangislah istri Sa'id dan menyayangkan langkah suaminya tersebut. Melihat istrinya sedang menangis, Sa'id merasakan betapa derai air mata kesedihan istrinya menambah kecantikannya. Karena beliau sangat takut jika tangisan istrinya bisa melemahkan primsip hidupnya, maka beliaupun berucap: "Sungguh aku pernah mempunyai para sahabat yang telah mendahului aku menghadap Allah, mereka sudah mendapatkan tempat yang mulia di sisi-Nya. Aku, demi Allah akan berusaha untuk terus mengikuti jejak mereka, sedikitpun aku tidak akan menyimpang dari langkah mereka walaupun aku harus mengorbankan dunia dengan segala isinya". Lalu secara khusus beliau berkata: "Wahai istriku, kau pasti mengetahui bahwa di syurga itu banyak gadis-gadis cantik yang memiliki kesempurnaan dan kecantikannya, andaikata saja salah satu dari mereka gadis di syurga turun ke bumi, maka bumi ini akan terang karena cahanya mengalahkan cahaya matahari dan bulan. Aku tidak mungkin mengorbankan mereka hanya karena engkau, yang paling mungkin aku korbankan engkau demi mereka".
     Mendengar komitmen suaminya yang demikian kuat istri Sa'id pun langsung menyadari. Maka tenanglah jiwa istrinya, dan ia sangat yakin sekali bahwa tidak ada jalan yang bisa menyelamatkan dia kecuali mengikuti jalan yang ditempuh suaminya, mengikuti ketakwaan dan zuhudnya hidup suami. Inilah puncak kebahagiaan hidup jika prinsip hidup sudah sejalan untuk menuju keridhaan-Nya.
     Homs adalah kota di Syria yang dikenal dengan julukan Kufah kedua. Dijuluki seperti itu karena masyarakatnya dikenal sangat kritis dan pembangkang terhadap pemimpinnya. Karenanya, Umar bin Khathab sebagai khalifah pernah menanyakan kepada mereka perihal pandangan mereka terhadap kepemimpinan Sa'id. Reaksi mereka sangat positif karena sebagian mereka mengatakan : "Kami sangat mencintai Sa'id". Suatu saat Umar menyampaikan berita tersebut kepada Sa'id : "Wahai Sa'id, Aku mendengar masyarakat Homs sangat mencintaimu", Alhamdulillah, mungkin karena aku selalu menolong dan membantu mereka kata Sa'id.
     Namun, bukanlah kota Horms jika tidak ada gejolak walaupun mereka dipimpin orang yang sangat bijaksana, tetap saja masyarakatnya selalu kritis jika ada hal-hal yang mereka tidak sukai. Suatu hari Umar mendatangi masyarkat Horms yang sedang berkumpul, kata Umar, cobalah kalian himpun apa saja yang kalian tidak sukai dari diri Sa'id. Tampillah dihadapan Umar seorang menjadi juru bicara mereka sambil mengatakan :"Ada empat hal yang tidak kami sukai dari Sa'id. Pertama, beliau tidak pernah keluar dari rumahnya untuk menemui kami kecuali matahari sudah mulai tinggi. Kedua, beliau tidak pernah mau melayani kami di malam hari. Ketiga, dalam sebulan paling tidak ada dua hari beliau sama sekali tidak keluar dari rumah. Keempat, yang sebenarnya tidak masalah begi beliau tapi mengganggu kami karena beliau seringkali kami jumpai pingsan".
     Mendengar pengaduan tersebut, Umar pun tertunduk sambil seolah beliau berbisik memohon kepada Allah: "Ya Allah, aku hanya mengetahui Sa'id adalah sorang hamba-Mu yang terbaik. Semoga firasatku tidak salah untuk memilih Sa'id". Kondisi ini membuat Umar menjadi khawatir jangan-jangan beliau telah salah memilih seorang pejabat, karena bagi Umar jika salah memilih pejabat maka ada dua orang yang harus berhadapan dengan Allah, dirinya dan pejabat itu sendiri. Umar pun memberi kesempatan kepada Sa'id untuk membela diri. Berkatalah Sa'id:" pertama mereka mengatakan bahwa aku tidak pernah keluar rumah kecuali matahari sudah mulai tinggi. Demi Allah, aku tidak suka menyampaikan sebab hal ini terjadi, di rumah aku tidak ada seorang pelayan maka akulah yang mengayak tepung sampai akhirnya menjadi roti untuk sarapan, lalu aku mengambil waktu untuk shalat sunnah Dhuha dan barulah aku keluar untuk memenuhi keperluan mereka. Mendengar penuturan Sa'id, Umar pun berseri-seri lalu beliau berkata: "Alhamdulillah, segala puji bagi Allah". Bagaimana dengan yang kedua waha Sa'id, kata Umar. Sa'id berkata: "Aku tidak pernah mau melayani seorang pun di malam hari.. Demi Allah sungguh aku tidak suka untuk menyampaikan ini semua, karena aku telah menjadikan siang hari adalah untuk mereka sementara malam hari aku khususkan untuk beribadah kepada Allah SWT. Adapun yang ketiga, ada dua hari setiap bulan aku tidak keluar menemui mereka, sekali lagi aku katakan, aku tidak mempunyai seorang pun pelayan di rumah untuk mencuci baju-bajuku, dan aku tidak mempunyai pakaian pengganti maka aku mencuci baju lalu aku tunggu hingga kering untuk kupakai barulah aku akan keluar setelah itu. Dan yang keempat, kenapa aku sering pingsan berkali-kali, dulu aku pernah menyaksikan bagaimana penderitaan Khubaib al-Anshari yang disiksa oleh kaum musyrikin Quraisy karena dia masuk Islam disiksa dengan disayat-sayat tubuhnya lalu dia diangkat dalam sebuah tandu sambil mereka berkata kepada Khubaib yang sudah sangat menderita, maukah posisimu digantikan oleh Muhammad Rasulullah. Khubaib pun mengatakan. Demi Allah, aku tidak akan pernah rela tinggal bersama keluarga dan anak-anakku dalam keadaan tenang dan senang, sementara kubiarkan Rasul teraniaya walaupun  hanya karena satu duri sekalipun. Setiap kali aku mengingat peristiwa Khubaib yang pernah aku saksikan bagaimana dia disiksa dengan siksaan yang tidak tertahankan, aku menyaksikan karena waktu itu aku masih musyrik dan tatkala itu aku sama sekali tidak berbuat untuk menolong Khubaib. Setiap kali aku ingat peristiwa Khubaib, menyebabkan aku pingsan. Usai menyampaikan empat hal tersebut, badannya tampak gemetar sementara air matanya terus mengalir membasah seluruh wajahnya dan Umar pun larut dalam kesedihan, dipeluknya Sa'id sambil Umar berkata: "Alhamdulillah segala puji hanya untuk Allah, sungguh tidak meleset firasatku untuk memilih Sa'id bin 'Amir sebagai pejabat di Horms". Dipeluknya erat-erat Sa'id sambil Umar mencium kening Sa'id.
     Suatu ketika seseorang pernah mengatakan kepada Sa'id: "Wahai Sa'id, manfaatkanlah harta yang ada untuk bisa membahagiakan keluargamu". Jawab Sa'id: "Demi Allah aku tidak akan pernah menjual ridha Allah hanya untuk menyenangkan keluargaku". Beliau selalu ingat sabda Rasul Saw. "Di akhirat nanti Allah akan mengumpulkan manusia untuk dihisab, datanglah orang-orang mu'min yang fakir dan miskin berkumpul seperti berkumpulnya burung-burung merpati, lalu dikatakan kepada mereka oleh malaikat, berbarislah kalian untuk menghadapi hisab Allah. Orang-orang mu'min yang fakir dan miskin berkata, kami tidak ada sesuatu yang pautu untuk dihisab oleh Allah karena kami miskin. Allah kemudian berkata: "Benar apa yang diucapkan mereka, orang-orang miskin dan fakir dari orang-orang mu'min itu akan memasuki syurga sebelum yang lain". Di dalam hadits lain Rasul menyatakan, orang-orang miskin dan orang-orang kaya dari ummatku yang sama-sama calon penghuni syurga, maka yang miskin akan masuk terlebih dulu daripada yang kaya, jaraknya setengah hari, ukuran akhirat yang sama dengan 500 tahun ukuran dunia.
     Akhir kisahnya, pada tahun 20 Hijriyah, maka wafatlah Sa'id menemui Allah Tuhannya dengan jiwa yang suci dengan ketakwaan yang sangat luar biasa. Sungguh telah menjadi kerinduan beliau untuk menyusul para sahabatnya yang lebih dulu menemui Allah SWT terutama untuk menyusul Rasul sang guru yang mulia yang telah mendidik beliau sehingga memiliki jiwa yang sangat mulia. Hari itu tercapailah cita-cita beliau, "Yaa ayyatuhan nafsul muthma-innah, irji'il ilaa rabbiki raadhiyatam mardhiyyah, fad khulii fii 'ibaadii, wad khulii jannati" (Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridha dan diridhai, maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam Syurga-Ku) - QS. Al Fajr, 89:27-30.
     Wallahu a'lam bish-shawab.
Sumber: Lembar Kajian
Syakhshiyyah Islamiyyah
Forum Ulama Ummat Indonesia

Kamis, 18 November 2010

ABUDULLAH bin UMAR


  
Bercerita tentang kisah para sahabat Rasul, diakui atau tidak rasa-rasanya apa yang telah kita perbuat selama ini masih terasa sangat jauh sekali dengan apa yang telah diperbuat oleh para sahabat Rasul dalam menegakkan syariat Allah di muka bumi ini. Rasa cinta mereka kepada Allah dan Rasul-Nya tak dapat diragukan lagi merupakan hal yang harus kita teladani, Komiten aqidah, ketekunan beribadah dan kemuliaan akhlak mereka merupakan bimbingan dan binaan langsung dari "Guru Besar" mereka yang mulia, Rasulullah Saw, hendaknya menjadi motivasi diri kita untuk meneladaninya.
     Abdullah bin Umar (Ibni Umar), putra Umar bin Khatthab. Dia pelajari dan teladaninya dari ayahandanya berbagai macam perilaku kebaikan dan kemuliaan serta bersama ayahnya pula ia suri teladani Rasulullah. Saat itu ia lahir di lingkungan umat muslim yang sedang sarat dengan perjuangan dn pengorbanan menegakkan "Dinullah" yang dipimpin Rasulullah. Kehidupan masa kecil hingga remajanya tidaklah seperti layaknya kehidupan remaja pada umumnya, tapi ia dihadapkan pada kenyataan di mana saat itu kaum muslimin bersama Rasulullah sedang menghadapi musuh-musuh Allah.
     Atas hasil tempaan hidup yang sedemikian, walau baru berusia 13 tahun, jiwa mujahid Ibnu Umar ini terpanggil untuk ikut membela tegaknya Islam hingga ia ingin sekali mendampingi ayahandanya, Umar bin Kattab dalam kancah Perang Badar. Hanya cegahan Rasulullah yang bisa mengurungkan niatnya yang ingin masuk dalam jajaran pejuang Islam karena usianya yang masih muda.
     Kedekatan sosok sahabat yang satu ini dengan Rasul sangatlah dekat yang menjadikannya ia gemar mengikuti sunnah dan setiap jejak langkah Rasulullah Selalu diperhatikannya segala sesuatu yang diperbuat Rasulullahyang kemudian ditirunya. Dikisahkan, suatu saat Rasulullah Saw melakukan shalat di suatu tempat, maka Abdullah melakukannya pula di tempat tersebut. Ketika ia melihat unta tunggangan Rasulullah berputar dua kali di suatu tempat sebelum turun dari atasnya untuk melakukan shalat dua rakaat, maka iapun menirunya persis sama apa yang dilakukan Rasulullah. Atas keinginananya selalu mengikuti setiap jejak langkah Rasulullah tak urung mendapat pujian dari Ummul Mu'mimin; "Aisyah ra, yang mengatakan; "Tidak pernah saya melihat seorang sahabat yang meniru Rasululloh Saw sampai dalam segala hal kecuali Ibnu Umar"
     Prinsip Ibnu Umar ini sehaeusnya juga menjadi prinsip kita karena Allah Swt telah mengingatkan kita untuk menjadikan Rasulullah sebagai suri teladan. "Sungguh pada diri Rasulullah itu teladan yang baik bagi kalian (QS. Al Ahzaab 33:21) Rasulullah Saw diamanahi Allah Swt untuk mengemban risalah Islam dan sekaligus menjadikan risalah Islam sebagai karakter bagi kehidupan beliau. Sehingga keika 'Aisyah ra ditanya perihal Akhlaq, beliau mengatakan: "Akhlak Rasulullah adalah Al Qur'an.
     Perlu digarisbawahi bahwa ucap, sikap dan prilaku Rasulullah Saw "tidak semua" menjadi sunnah. Dalam ilmu "ushul fiqh" dikenal dua istilah yakni Sunnah Tasyri'iyyah dan Ghairu Tasyri'iyyah. Dimaksudkan dengan Sunnah Tayri'iyyah adalah sunnah yang menjadi hukum dan Sunnah Ghairu Tasyri'iyyah adalah sunnah yang tidak menjadi hukum. Sebagai contoh, perintah makan dan minum menggunakan tangan kanan adalah menjadi hukum karena jelas dinyatakan dalam hadits. Tetapi makan menggunakan sendok bukanlah menjadi hukum karena pemakaian sendok saat makan tidak ada larangannya. Demikian pula pengobatan ala Nabi, tidak bisa dijadikan hukum yang baku karena kondisi saat itu ilmu pengobatan baru mencapai setaraf itu, sementara Rasulullah sendiri menuntut kita dalam penyembuhan penyakit agarkita senantiasa mencari obatnya dalam arti kita dituntut untuk terus menggali ilmunya. Termasuk juga dalam hal berpakaian dan berkendaraan tidaklah menjadi hukum harus berpakaian dan berkendaraan seperti Rasul. Bahkan yang harus lebih kita waspadai lagiadalah jika ada seorang yang melakukan sesuatu hal yang tidak pernah dicontohkan Rasul tapi dilakukannya atas dasar prinsip "lebih baik" hal ini sama artinya menganggap Allah dan Rasul-Nya tidak pernah mengajarkan yang lebih baik.
     Abdullah bin Umar dikenal banyak meriwayatkan hadits, namun beliau tidak akan pernah meriwayatkan hadits sebelum beliau benar-benar yakin bahwayang akan disampaikannya tidak berkurang atau bertambah sedikitpun walau satu huruf. Demikian kehati-hatian beliau dalam meriwayatkan hadits begitu pula dalam berfatwa. Dikisahkan suatu ketika seorang laki-laki meminta fatwa kepada beliau terhadap suatu masalah, beliau menjawab: "Saya tidak punya ilmu sedikitpun tentang apayang kamu tanyakan". Maka laki-laki tersebut pun pergi, tidak berapa lama setelah yang bersangkutan pergi, Ibnu Umar lalu menepuk tangannya sendiri sambil bergembira dan berkata pada dirinya: "Putra Umar ditanyai sesuatu yang tidak tahu maka ia menjawab "saya tidak tahu jawabannya". Hal ini hendaknya menjadi perhatian kita semua, bahwakita harus berhati-hati dalam mengeluarkan fatwa hukum. Jika "tidak tahu" jawabannya "tidak tahu". Jika memaksakan diri untuk menjawab ternyata jawaban tersebut salah tentu akan menyesatkan banyak orang yang tanggungjawabnya sangat berat di akherat nanti. "Mereka memikul seluruh dosa mereka pada hari kiamat dan dosa-dosa orang-orang yang mereka sesatkan tanpa pengetahuan. Ingatlah amat buruk apa yang mereka pikul". (QS. An Nahl, 16:25)
     Dikisahkan pula, Abdullah bin Umar suatu ketika pernah menolak ketika beliau ditawari jabatan strategis oleh Khalifah Utsman ramenjadi qadli atau hakim sampai Khalifah agak marah karena merasa tidak dihargai sambil mengatakan: "Adakah kamu bermaksud membantah perintahku? Jawab Ibnu Umar: "Tidak! Saya tidak siap memegang jabatan tersebut semata-mata karena saya pernah mendengar dari Rasulullah Saw menyatakan bahwa pada diri seorang qodli atau hakim itu hanya ada tiga kemungkinan. Pertama, qodli yang masuk neraka jahannam karena kejahilannya. Dari sisi Islam hanya dikenal dua hukum, yakni hukum Islam dan Jahiliyyah.Hakim yang menetapkan suatu perkara tidak berdasarkan atau bahkan jelas bertentangan dengan aturan dan hukum Allah adalah hakim yang melandasi hukumnya secara "jahil" tempatnya di neraka. Kedua, qodli yang menetapkan hukum berdasarkan hawa nafsunya maka ia pun juga dalam neraka. Ketiga, qodli yang berijtihad dan ijtihadnya benar, dia tidak berdosa tapi tidak pula berpahala. Khalifah Utsman mengabulkan keberatan Ibnu Umar setelah mendapat jaminan bahwa ia tidak akan menceritakan hal itu kepada siapa pun. Karena Khalifah merasa khawatir jika masyarakat mengetahui keberatan Ibnu Umar maka tidak ada seorang pun yang shaleh yang mau ditunjuk sebagai qodli.
     Ibnu Umar dikenal pula sebagai "saudara kandungnya malam dari sahabatnya waktu sahur". Dikatakan "saudara kandungnya malam" karena tidak lewat satu malam pun dalam hidupnya kecuali beliau melakukan shalat tahajud kepada Allah SWT, baik dalam kondisi mukim maupun musafir. Sementara dikatakan sebagai "Sahabatnya waktu sahur", karena waktu sahur selalu beliau pergunakan untuk beristighfar setiap malam terkait dengan cerita mimpi, dimana dalam mimpinya beliau seakan-akan memegang sehelai kain beludru yang dengan kain tersebut ia dimungkinkan pergi ke tempat mana pun yang ada di syurga, ketika akan menaiki kain tersebut tiba-tiba ada dua orang menghadangnya dan bermaksud menyeretnya ke dalam Neraka Jahannam sampai kemudian datanglah malaikat yang berkata kepada kedua orang tersebut, pergilah kalian, maka pergilah dua orang tersebut. Mimpi beliau ini diceritakan kepada adik kandung perempuannya,Hafsah. Yang kemudian Hafsah menemui Rasul menanyakan perihal mimpi kakaknya., Rasul mentakwilkan mimpi tersebut dengan mengatakan: "Betapa kenikmatan akan diperoleh Ibni Umar jika dia banyak melakukan shalat malam". Maka sejak itu sampai akhir ayatnya tidak satu malam kecuali beliau melaksanakan tahajud baik saat mukim maupun musafir.
     Beliau pun dikenal sangat rajin membaca Al Qur'an, dan seperti halnya ayahnya, Umar bin Khatthab yang senantiasa tidak bisa menahan derai air matanmya jika sedang membaca atau dibacakan firman-firman Allah. Suatu ketika diriwayatkan seorang sahabat beliau yakni "Ubeid bin Umeir" membacakan di hadapan beliau firman Allah : "Maka bagaimanakah (keadaan orang kafir kelak) apabila Kami datangkan seorang saksi (Rasul) dari setiap umat dan Kami datangkan engkau (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu? Pada hari itu orang-orang kafir dan orang-orang yang durhaka kepada Rasul ingin supaya mereka disamaratakan dengan bumi, dan mereka tidak akan dapat menyembunyikan perkataan terhadap Allah" (QS. An Nissa, 4:41-42). Maka menangislah Ibnu Umar sampai basah seluruh janggutnya oleh air matanya.
     Dikisahkan pula, suatu ketika beliau berkumpul dengan para sahabatnya lalu beliau membacakan ayat 1-6 QS. Al Muthafffifiin: "Celakalah bagi orang-orang yang curang (yaitu) orang -orang yangapabila timbangan dari orang lain, mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menimbang untuk orang lain mereka mengurangi. Tidaklah mereka itu mengira bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan pada suatu hari yang besar pada hari itu manusia berdiri di hadapan Tuhan semesta alam", Saat membacakan ayat terakhir, "Pada hari itu manusia berdiri di hadapan Tuhan semesta alam", yang diulang-ulang sambil air matanya terus mengalir deras bak hujan yang turun sampai akhirnya beliau pun jatuh karena duka dan tangisnya sendiri.
     Beliau dikenal orang yang dermawan, disamping hidupnya zuhud (sederhana) juga terkenal wara (selalu memberi yang dihalalkan oleh Allah). Hidupnya zuhud padahal beliau sangat kaya, pengusaha dan dapat gaji rutin dari Baitulmal, namun semuanya hampir tidak pernah menyisa di rumahnya karena beliau lebih senang membagi-bagikannya kepada fakir-miskin dan anak-anak yatim. Diriwayatkan oleh Ayub bin Wa-il ar Rasibi, suatu kali Ibnu Umar diberi seseorang uang lima ribu dirham dan satu baju hangat. Keesokan harinya, Ibnu Wa-il melihat Ibnu Umar membeli makanan ternak sambil berhutang, maka Ibnu Wa-il pergi menemui keluarganya mempertanyakan mengapa bisa terjadi hal itu. Jawab keluarganya, Benar, Ibnu Umar kemarin telah menerima uang namun hari itu juga habis dibag-bagikan kepada fakir miskin dan anak-anak yatim. Malamnya Ibnu Umar keluar rumah sambil membawa baju hangat dan diberikannya kepada fakir miskin, Ibnu Wa-il pun keluar lalu naik ke tempat yang agak tinggi di pasar, kemudian berseru :"Wahai para pedagang, apa yang telah kalian perbuat untuk dunia ini, lihatlah kehidupan Ibnu Umar, seorang memberinya limaribu dirham dia segera membagikannya, dan besok harinya beliau membeli makanan ternak dengan berhutang, di mana kalian dan di mana Ibnu Umar/. Inilah gambaran bagi seseorang yang mencintai Allah yang memiliki tujuan hidup yang benar demi memperoleh kebahagiaan akhirat Allah SWT berfirman: "Harta dan anak-anak lperhiasanhidup di dunia dan amal shaleh yang kekal adalah sebaik-baik pahala di sisi Tuhanmu dan sebaik-baik cita-cita" (QS. Al Kahfi, 18:46). Peringatan senada dapat disimak pada ayat 20. QS. Al Hadiid.
     Kedekatan beliau kepada fakir miskin dan anak-anak yatim mengakibatkan hampir beliau atidak pernah makan kecuali di sekelilingnya anak-anak yatim dan fakir miskin yang makan bersama beliau. Kelembutan hatinya sangat dikenal oleh para fuqara, mereka merasakan bagaimana manisnya kasih sayang Ibnu Umar, karena itu mereka selalu duduk di tempat yang akan dilalui Ibnu Umar dengan harapan diajak makan bersama di rumahnya yang penuh oleh fakir miskin seperti rombongan tawon yang sedang mengelilingi sekuntum bunga. Bagi Ibnu Umar harta adalah budak bukan tuan. Inilah yang Allah SWT telah peringatkan kepada kita : "Apakah engkau mengetahui orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya? (QS. Al Furqaan, 25:43).
     Akhir kisah, beliau wafat setelah mencapai usia 85 tahun dengan membawa banyak pahala atas komitmen dan kelurusan iman yang pada gilirannya dia mencapai kemuliaan hidup di sisi-Nya. Mudah-mudahan kita dapat meneladaninya, insya Allah. Amin!.
     Begitu panjang jika kita akan berusaha mengungkap kisah satu persatu kehidupan sahabat rasul, sehingga jika diurai dalam deretan tulisan tidaklah cukup berlembar-lembar kertas untuk mengungkapnya. Alangkah baiknya jika kita dapat meluangkan waktu untuk langsung mengikuti kajiannya secara rutin untuk mendengarkan paparan-paparan kisah sahabat Rasul selanjutnya.
     Wallahu-a'lam bish-shawab.

Sumber: Lembar Kajian
Syakshiyyah Islamiyyah
Forum Ulama Ummat Indonesia

Rabu, 17 November 2010

HAMZAH bin ABDUL MUTTHALIB


Oleh: K.H. ATHIAN ALI M. DA'I, MA          

Dari namanya, kita lebih cepat mengetahui bahwa beliau masih keluarga dekat sekaligus paman Rasulullah Saw, karena masih sama-sama keturunan Abdul Muthhhalib. Hamzah adalah orang yang paling mengenal Rasulullah Saw bahkan lebih mengenal daripada mengenal diri sendiri, karena memang mereka besar bersama-sama, satu generasi dengan selisih usia yang tidak terlalu jauh. Mereka berdua bermain bersama-sama dan erat sekali dalam membina rasa persaudaraan, walaupun pada masa muda mereka telah memilih jalan yang berbeda. Hamzah memilih menjadi seorang pengusaha dan juga mencari posisi di kabilahnya, sementara Rasul Saw lebih banyak melakukan pembekalan ruhaniah dengan bertafakur dan berdoa di antaranya bertafakur di Gua Hira.
        Hamzah yang sangat mengenal Rasul Saw menggambarkan kehidupan Muhammad sejak kecilnya bersih, belum pernah melihat dia murka, tidak ada sedikitpun memiliki sifat tamak dan sombong dan tidak pula memiliki kecenderungan membuang-buang waktu untuk sesuatu yang tidak berguna
          Keahlian memanah Hamzah disalurkannya melalui hobi berburu. Pada suatu hari selesai berburu seperti biasanya sebelum pulang ke rumah beliau pergi menuju Ka'bah untuk melaksanakan thawaf. Ketika beliau mulai mendekati Ka'bah, tiba-tiba ada seorang wanita pelayan Abdullah bin Jud'an menemuinya sambil berlari-lari yang bersangkutan menyatakan : Wahai Abu Umarah, andaikata saja engkau menyaksikan apa yang dilakukan Abul Hakam bin Hisyam (Abu Jahal) terhadap anak saudaramu Muhammad, aku melihat dengan jelas bagaimana Abu Jahal mendekati Muhammad lalu memaki-maki dan memukul serta menganiayanya sampai beliau mengeluarkan darah.
          Dalamriwayat lain memang terjadi penganiayaan terhadap Rasul di depan Ka'bah, sempat ditendang dan dipukul oleh kaum Quraisy termasuk Abu Jahal, sehingga Rasul jatuh tersungkur, telungkup dalam posisi mencium pasir. Hal ini mengundang reaksi Abu Bakar Ash Shidiq yang sempat melihat peristiwa tersebut, sambil berlari beliau ingin segera melihat kondisi Rasul. Pelan-pelan dibalikkan tubuh Rasul maka terlihat darah bersemburan dari mulut beliau, sehingga Abu Bakar menjerit :"Ya Rasulullah, ijinkan aku membalas mereka daripada melihat kondisimu seperti ini". Namun, Rasul dengan tenaga yang masih tersisa mengatakan:"Jangan kau lakukan itu, wahaiAbu Bakar". Peristiwa ini diabadikan dalam QS. Al Anfaal ayat 30: "Dan (ingatlah) ketika orang-orang kafir itu merencanakan kepada engkau supaya menangkapmu atau membunuhmu atau mengusirmu. Mereka membuat rencana, dan Allah pun membuat rencana (pula). Dan Allah sebaik-baik perencana". Hal ini menjadi pelajaran berharga bagi kita, bahwa tidaklah mudah bagi kita dalam menegakkan kebenaran di jalan-Nya, tidak mudah pula kita untuk memperoleh syurga-Nya, kita akan dihadapkan dengan berbagi rintangan, jangankan kita, Rasul pun mengalaminya. Untuk itu kita harus bersiap-siap menghadapi ujian dan cobaan tersebut (QS. Al Ankabuut, 29:2-3)
          Mendengar laporan dari seorang wanita pelayan Abdullah bin Jud'an, Hamzah sempat merenung sejenak dan kembali menyiapkan panahnya, lalu beliau berlari mendekati Ka'bah untuk mencari Abu Jahal yang ternyata tidak diketemukan. Hamzah terus berusaha mencari dan akhirnya menemukan Abu Jahal sedang berada di hadapan rumahnya berkumpul bersama para tokoh Quraisy. Tidak banyak bertanya, Hamzah langsung mengambil panah dari punggungnya dan dipukulkan ke kepala Abu Jahal, seketika itu pula Abu Jahal mengeluarkan darah. Di hadapan Abu Jahal yang kepalanya sedang berdarah-darah, Hamzah berkata: "Engkau telah maki-maki dan menganiaya Muhammad, padahal aku sudah masuk agamanya dan aku meyakini apa yang dia yakini, dan aku mengatakan apa yang dia katakan, bisakah kau ulangi kembali maki-makian itu di hadapanku?"
          Tokoh Quraisy yang pada saat itu menyaksikan peristiwa tersebut kebingungan, mereka sudah melupakan peristiwa Abu Jahal yang dipukul Hamzah dengan anak panah, yang membuat mereka bingung yang seolah-olah ada halilintar di siang bolong adalah ucapan Hamzah yang mengatakan bahwa dirinya telah masuk Islam. Ini merupakansuatu yang sangat mengejutkan bagi orang-orang Quraisy termasuk Abu Jahal, karena jika benar Hamzah telah masuk Islam, ini akan menjadi musibah besar bagi mereka karena beliau terkenal orang yang sangat disegani dan punya pengaruh di kalangan Quraisy.
          Lalu Hamzah pun meninggalkan mereka kembali ke rumahnya, sampai di rumah beliaupun merenung apa yang baru saja diperbuatnya dengan menyatakan diri telah masuk Islam, padahal beliau belum menyatakannya, tapi kalimat tersebut meluncur dengan mudahnya di hadapan Abu Jahal. Walaupun beliau sangat yakin dengan risalah Islam yang diajrkan Rasul tapi selama ini masih terasaberat hatinya untuk meninggalkan ajaran nenek moyang. Pernyataan beliau sendiri yang menyatakan telah masuk Islam membuat diri beliau berhari-hari tidak bisa tidur, terjadi perang dalam dirinya antara keimanan sebagai fitrah melawan akalnya. Fitrah keimanannya mendesak dia kembali kepada keimanannya, sementara akalnya terus berfikir bagaimana dia bisa meninggalkan ajaran nenek moyangnya.
          Perlu digarisbawahi bahwa fitrah iman terkait dengan masalah yang ghaib di mana sesuatu yang ghaib-ghaib tidak bisa ditangkap oleh indra maka tidak bisa pula diolah oleh akal kita.Masalah keimanan bukan urusan akal, di sini sesatnya pemikiran kaum "sipilis" (sekularisme, pluralisme dan liberalisme), mereka sudah tidak mau memishkan antara wilayah iman dan akal, mereka ingin memberi kebebasan kepada akal untuk memasuki seluruh wilayah, maka kacaulah agama jika sudah demikian adanya. Ketika seseorang itu memilih kafir maka bebaslah kehidupannya, tapi jika dia sudah memilih beriman maka dia harus sudah siap hidupnya diatur oleh Allah.
          Kisah kegelisahan Hamzah ini, beliau ceritakan sendiri dengan menyatakan : "Sesungguhnya aku merasa gelisah sekali ketika aku berfikir harus meninggalkan ajaran yang dianut oleh nenek moyang dan kaumku. Selama beberapa hari aku tidak bisa menikmati tidur dan istirahatku, lalu aku pun datang menuju Ka'bah memohon kepada Tuhan, agar membukakan dadaku untuk menerima kebenaran, kiranya Allah telah mengabulkan permohonanku maka tumbuhlah keyakinan sepenuh jiwaku. Setelah itu aku menemui Rasulullah Saw, aku sampaikan apa yang telah terjadi dengan diriku". Lalu Rasul bersabda: "Ya Allah tetapkan keimananan dalam hati Hamzah". Tak lama kemudian masuknya Hamzah dalam Islam mendorong banyak sekali kaum Quraisy memasuki ajaran Islam termasuk Umar bin Khaththab. Rasul Saw menjuluki Hamzah dengan julukan: "Singa Allah dan Singa Rasulnya".
          Tepatlah julukan beliau tersebut karena ketika terjadi perang Badar, banyak sekali para tokoh musyrikin Quraisy yang mati ditangan Hamzah sehingga membuat orang-orang musyrikin pada waktu itu kembali ke Mekkah dalam kondisi benar-benar terpukul, termauk pemimpin perang orang musyirikin Abu Sufyan. Para tokoh musyirikin Quraisy yang mati dalam perang Badar diantaranya : Abu Jahal, 'Utbah bin Rabi'ah, Syaiban bin Rabi'ah, Umayah bin Khalaf, 'Uqbah bin Abi Mu'ath, Aswad bin Abdul Aswad al Makhzumi, Walid bin 'Utbah, Nadiar bin Hariits, 'Ash nin Sa'id, Tha'mah bin 'Adi serta masih banyak lagi tokoh Quraisy lainnya.
          Kekalahan dalam perang Badar yang dialami pasukan musyirikin Quraisy menjadi pemicu mereka untuk menyiapkan pasukan yang lebih besar lagi dalam perang Uhud. Tidak kurang dari tigaribu orang pasukab Quraisy bersama-sama kabilah-kabilah Arab lainnya menghadapi seribu orang pasukan muslim yang akhirnya hanya tersisa tujuh ratus orang karena tigaratus orang munafik mengundurkan diri (QS. Ali Imran, 3:167). Perang yang tidak seimbang tersebut nyaris sudah dimenangkan kembali umat Islam, kondisi pasukan musyrikin Quraisy sudah puntang panting dan mereka lari meninggalkan barang-barng bawaaannya. Ketika mereka sudah lari dan meninggalkan barang-barang bawaan mereka, maka sebagian mmat Islam yang ada di bukit sebagai pemanah sudah mulai terkena penyakit "hubud dunia", turunlah mereka dari bukit karena takut tidak kebagian harta pampasan perang. Teriakan Abdullah bin Jubair sebagai pemimpin pemanah agar mereka tidak turun tidak dihiraukan lagi, padahal sebelumnya ada pesan Rasul agar mereka tidak keluar dari posisi semula sebelum ada instruksi dari beliau. Hanya sembilan dari empat puluh orang yang masih bertahan ditempatnya. Ketika sebagian ummat Islam mulai sibukmengumpulkan pampasan perang, Khalid bin Walid yang waktu itu masih musyrik sebagai pemimpin pasukan musyirikin memerintahkan pasukannya kembali menyerang sehingga giliran posisi ummat Islamlah yang pontang-panting. Sehingga gugurlah 70 sahabat sebagai syuhada termasuk paman Rasul, Hamzah.
          Pelajaran berharga dapat kita petik hikmahnya dari peristiwa perang Uhud, dimana peperangan yang nyaris dimenangklan ummat Islam tiba-tiba berbalik menjadi kekalahan, ini akibat dari sebaian ummat Islam tidak taat lagi pada instruksi Rasulullah Saw. Jika dalam kondisi tidak taat dan menyalahi aturan Allah dan Rasul-Nya, lalu Allah masih melindungi boleh jadi dikemudian hari ummat Islam pun tidak segan-segan lagi melanggar aturan Allah. Ketika "sebagian" ummat Islam sudah tidak taat lagi kepada Allah, maka ummat Islam tidak punya hak lagi untuk dilindungi-Nya sama seperti tidak punya haknya orang-orang kafir untuk dilindungi. Dalam keadaan sama-sama tidak layak untuk dilindungi maka siapa yang kuat dia yang akan menang. Allah hanya akan melindungi kita manakal kita berada di jalan yang benar yang diridhai-Nya.
          Perang Uhud dapat dikatakan adalah perang balas dendam, karena target orang musyirikin hanya ada dua membunuh Rasul dan Hamzah. Sebelum perang Uhud mereka telah menyiapkan seseorang secara khusus untuk membunuh Hamzah, dan pilihan mereka jatuh kepada hamba sahaya bernama, Wahsyi budak milik Jubair bin Muth'am. Saat perang Badar paman Jubair mati ditangan Hamzah, maka Jubair pun menjanjikan kepada Wahsyi jika bisa membunuh Hamzah maka ia akan dimerdekakan. Lalu Whsyi pun dihadapkan kepadaHindun binti 'Utbah yakni istri dari Abu Sufyan panglima perang orang musyirikin. Hindun sangat dendam pada Hamzah karena ayah, paman, saudara laki-laki dan anaknya semua mati di perang Badar konon di tangan Hamzah.Maka dia pun menjanjikan kepada Wahsyi, jika Wahsyi dapat membunuh Hamzah maka perhiasan yang dimilikinya dalam bentuk gelang yang penuh dengan permata berlian dan kalung emas yang sangat banyak akan diberikan semua kepada Wahsyi. Wahsyi pun tentu saja sangat tertarik dengan dua tawaran tersebut.
          Berangkatlah Wahsyi ke medan perang membawa tombak andalannya khusus untuk membunuh Hamzah. Ia sempat sembunyi di balik pohon menunggu saat yang tepat untuk melemparkan tombaknya ke arah Hamzah. Suatu saat konon Hamzah sedang berhadapan dengan Siba'bin Abdul 'Uzza dan hanya sebentar saja leher Siba pun sudah ditebas oleh Hamzah, saat Hamzah menghadapi Siba itulah Wahsyi melemparkan tombaknya ke arah Hamzah dari belakang sampai menembus di antara belahan pahanya dan robohlah Hamzah seketika. Setelah Hamzah roboh tak berdaya, Wahsyi pun membelah tubuh Hamzah dengan pedangnya untuk mengambil jantung sesuai pesan Hindun, dan dia pun kembali ke kemahnya menunggu sampai perang usai untuk menyerahkan semuanya kepada Hindun. Konon dia menyerahkan jantung Hamzah dengan tangan kanannyasementara tangan kirinya mengambil semua perhiasan yang dijanjikan Hindun kepadanya.
          Setelah itu Wahsyi lari ke Thaif, tetapi tatkala Rasulullah Saw berkunjung ke Thaif, orang-orang Thaif pun banyak yang masuk Islam, lalu dia pun berfikir untuk melarikan diri ke Syria. Ketika dia dalamkebimbangan datanglah seseorang mengatakan: "Hanya satu yang bisa membuat kamu selamat dihadapan Rasulullah Saw, adalah dengan kamu masuk Islam. Setelah dia masuk Islam sempat terjadi dialog antara Rasul dengan Wahsyi. Rasul berkata:"benarkah kau adalah Wahsyi? Benar ya Rasulullah, jawab Wahsyi. Rasul berkata: "Ceritakan padaku bagaimana kamu telah membunuh Hamzah dalam perang Uhud?". Berceritalah Wahsyi apa yang sudah terjadi, setelah selesai Wahsyi bercerita Rasul berkata: "Pergilah kamu jauh dari hadapanku sebelum aku berbuat sesuatu".
          Ketika terjadi fitnah dengan munculnya orang yang mengaku nabi palsu, Musailamatul Kadzdzah maka Wahsyi pun keluar dengan tombak yang sama dan dialah yang kemudian juga melemparkan tembaknya persis pada nabi palsu tersebut sampai mati, seraya mengatakan: "Tombak inilah yang telah membunuh orang yang paling dicintai oleh Allah, Hamzah, tapitombak ini sekarang yang telah membunuh orang yang paling dibenci oleh Allah, Musailamatul Kadzdzab, mudah-mudahan apa yang aku lakukan ini bisa menebus dosaku karena telah membunuh Hamzah.
          Usai perang Uhud turunlah rasul dari lembah Uhud, melihat jasad para syuhada yang terkapar lalu beliau berdiri sangat lama dihadapan jenazah Hamzah. Mengalirlah air mata beliau melihat jenazah Hamzah yang sudah tidak jelas bentuk tubuhnya karena sudah dibelah perut dan dadanya, kemudian beliau berkata: "Belum pernah aku menderita karena mendapatkan musibah seperti deritaku hari ini karena melihat derita yang kau rasakan, Hamzah". Lalu beliau berpaling kepada para sahabat sambil berkata: "Andaikan Shofiah, saudara perempuan Hamzah tidak bersedih dan aku tidak khawatir ini akan menjadi sunnah seytelahku, aku akan biarkan jasad Hamzah berada dalam perut binatang-binatang buas atau pada tembolok burung nasar".
          Jika saja suatu kali Allah berikan kemenangan kepadaku melawan orang-orang musyirikin dalam suatu peperangan yang akan terjadi nanti, aku akan lakukan apa yang mereka lakukan pada Hamzah paling tidak untuk 30 orang dari mereka. Mendengar Rasul membuat pernyataan demikian, maka para sahabatpun berkata: "Demi Allah, jika Allah memberikan kemenangan kepada kita niscayakami akan cincang jasad-jasad mereka yang tidak akan pernah dilakukan seorang Arab pun". Tidak lama setelah Rasul menyatakan hal tersebut turunlah QS. An Nahl ayat 125-128 sebagai teguran kepada Rasulullah dan ummatnya untuk tdak melakuklan apa yang kafir lakukan.
          Diriwayatkan demi penghormatan kepada paman Hamzah, beliau minta kepada para sahabat untuk menyimpan jenazah Hamzah di depan Rasul lalu para sahabat pun diajak melaksanakan shalat jenazah khusus untuk paman Hamzah. Beliapun bersama para sahabat menyolatkan para syahid satu persatu di samping jeazah Hamzah, sehingga Hamzah dshalatkan sebanyak 71 kali. Berbahagialah Hamzah di sisi Allah karenanya.
          Dikisahkan setelah usai perang Uhud dalam perjalanan kembali, rombongan bertemu dengan seorang wanita warga Bani Dinar yang dalam perang Uhud telah gugur sebagai syuhada ayah, suami dan saudara kandung laki-lakinya. Beliaupun bertanya perihal perang Uhud, lalu merekapun menyampaikan kabar kepada wanita tersebut bahwa ayah, suami dan saudara laki-lakinya telah gugur dalam perang Uhud. Mendengar berita tersebut yang bersangkutan bukannya menjadi panik atau histeris, yang terjadi kemudian malah yang bersangkutan bertanya kepada pemberi kabar: " Apa yang terjadi pada diri Rasulullah Saw? Mereka menjawab: "Alhamdulillah Rasulullah selamat sebagaimana engkau harapkan". Berkata wanita tersebut; "Berilah aku kesempatan untuk melihat Rasulullah Saw, betulkah beliau selamat? Lalu Rasulullah menghampirinya dan ketika wanita tersebut melihat rasul lalu dia berkata :"Setiap musibah sebesar apa pun menjadi kecil karena keselamatannya ya Rasulullah".
          Subhanallah, kesedihan si wanita tersebut kehilangan ayah, suami dan saudara laki-lakinya tertutup kebahagiaan karena keselamatan Rasul Saw. Wanita yang dikenal miskin dan lemah ini memiliki keimanan dan kecintaan kepada Rasul yang sangat luar biasa melebihi cinta dia kepada ayah, suami dan saudaranya. Sikap wanita tersebutmenjadi penghibur tersendiri bagi Rasul ketika beliau sedang berduka dengan syahidnya paman beliau Hamzah, Singa Allah dan Singa Rasul-Nya.
          Wallahua'lam bish-shawab.

Sumber Lembar Kajian
Syakhshiyyah Islamiyyah
FORUM ULAMA UMMAT INDONESIA