Rabu, 01 Desember 2010

SHUHAIB bin SINAN

Oleh: K.H. Athian Ali M. Da'i, MA

Shuhaib, dilahirkan di tengah-tengah kehidupan keluarga yang bergelimang kemewahan dan kesenangan. Ayahnya menjadi hakim sekaligus juga walikota "ubullah" yang dingkat langsung oleh maharaja Persia. Istananya terletak dipinggir sungai Efrat. Keluarga Shuhaib termasuk orang-orang Arab yang hijrah ke Irak jauh sebelum hadirnya risalah Islam yang dibawa oleh Rasulullah Saw. Sebagian mereka hijrah dari dataran padang pasir yang kering dan tandus yang dengan Kemahakuasaan-Nya daerah yang baru ditempatinya memiliki kekayaan hasil bumi (minyak bumi) yang sangat luar biasa.
     Di tengah-tengah masa kecil Shuhaib yang sedang menikmati kehidupan istana yang serba mewah, suatu ketika Irak mendapat serangan dari tentara Roma tak terkecuali istana keluarga Shuhaib pun menjadi sasarannya. Pada penyerangan tersebut Irak mengalami kekalahan sehingga banyak penduduknya yang berhasil ditahan termasuk juga anak-anak. Pasukan Roma akhirnya menjadikan anak-anak tersebut dijadikan budak belian termasuk salah satunya Shubaib. Budak-budak tersebut diperjual belikan kepada para majikan dari satu majikan ke majikan yang lain sampai akhirnya Shuhaib dibeli oleh seorang majikan bernama Abdullah bin Junan. Selama menjadi budak Abdullah, Shuhaib dinilai oleh majikannya adalah seorang budak yang sangat cerdas, rajin, mau kerja keras dan jujur sehingga majikannya pun sangat menaruh simpati kepada Shuhaib. Pada suatu hari dipanggilah Shuhaib oleh majikannya dan disampaikannya sesuatu yang menggembirakannya. Shuhaib dimerdekakan dan bahkan diberikan kesempatan berniaga dengan majikannya.
     Selama dalam perjalanan berniaga, Shuhaib sudah sering mendengar tentang keberadaan Rasul yang menyampaikan dakwahnya di Darul Arqom secara sembunyi-sembunyi. Atas panggilan fitrah imannya, secara diam-diam pula Shuhaib sangat ingin mengikuti dakwah Rasul di dalam rumah Arqom bertemulah ia dengan seorang pemuda bernama 'Ammar bin Yasir. Kemudian 'Ammar bertanya: Apa yang kau inginkan berdiri di depan rumah ini? Shuhaib balik bertanya: Kamu sendiri mau kemana? 'Ammar mengatakan: Saya ingin menemui Muhammad, saya ingin mndengar apa yang beliau sampaikan dengan risalah yang dibawanya. Maka Shuhaib pun mengatakan: Saya pun sama. Lalu kedua pemuda tersebut masuk menemui Rasulullah Saw, akhirnya kepada keduanya disampaikan oleh Rasul tentang risalah Islam, seketika itu pula keduanya mengucapkan dua kalimat syahadat.
     Sebuah keputusan besar telah diambil oleh kedua hamba Allah ini untukmemenuhi panggilan fitrah imannya guna menuju jalan yang diridhai-Nya. Saat itu Shuhaib dan 'Ammar tentu saja sangat menyadari betul atas risiko keputusannya tersebut. Risiko tinggi bagi orang-orang asing yang memilih Islam seperti halnya Shuhaib yang hijrah dari Irak dan orang-orang miskin seperti halnya 'Ammar. Menyadari akan situasi yang berkembang saat itu, maka setelah keduanya masuk Islam keluar dari rumah Arqom secara sembunyi-sembunyi sambil menunggu kondisi aman. Kondisi saat itu ajaran Islam dianggap asing dan suatu saat nanti Islam akan dianggap yang aneh kembali. Di dalam hadits lain Rasul menyatakan bahwa suatu saat nanti umat Islam yang akan melaksanakan ajaran bagaikan memegang bara api.
     Apa pun risikonya, Shuhaib dan 'Ammar telah siap menghadapinya. Hal ini menjadi sebuah pelajaran berharga bagi kita bahwa orang-orang yang beriman akan sangat kuat rasa cintanya kepada-Nya (QS. Al Baqarah : 165) dan memiliki prinsip segala aspek kehidupannya baik shlat, ibadah, hidup maupun matinya hanya untuk Allah Tuhan semesta alam (QS. Al An'aam: 162). Perjalanan ruhani Shuhaib hingga mau mencari kebenaran melalaui risalah yang dibawa Rasul menjadi sarana baginya memperoleh hidayah-Nya.: "Dia tunjuki siapa yang Dia kehendaki" (QS. An Nahl, 16:93), dan "Dia memasukkan siapa yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya (QS. Al Ainsaan, 76:31)
     Setelah masuk Islam dan bergabung dengan orang-orang beriman, Shuhaib pun memberanikan diri bercerita tentang dirinya yang membuktikan rasa tanggung jawabnya sebagai seorang muslim yang telah berbai'at kepada Rasulullah, ia berkata: "Tidak pernah suatu peperangan bersenjata yang dilakukan Rasulullah kecuali aku menyertainya. Dan tidak pernah suatu bai'at yang dijalaninya kecuali aku hadir di dalamnya. Dan tidak pernah pasukan bersenjata yang dikirimnya kecuali aku termasuk anggota pasukannya. Dan, tidak pernah beliau bertempur baik di masa-masa pertama Islam atau di masa-masa akhir kecuali aku berada di sebelah kanan atau di sebelah kiri beliau. Dan jika ada sesuatu yang dikhawatirkan kaum muslimin di hadapan mereka pasti aku akan menyerbu paling depan, demikian pula jika ada yang dicemaskan, di belakang mereka pasti aku akan mundur ke belakang. Serta sku tidak rela sama sekali membiarkan Rasulullah Saw berada dalam jangkauan musuh sampai ia kembali menemui Allah!". Suatu gambaran keimanan yang sangat luar biasa yang dilakukan Shuhaib atas kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya.
     Singakat kisah, ketika Rasul hendak berhijrah, Shuhaib pun ikut berniat hijrah yang menjadi orang ketiga di samping Rasul dan Abu Bakar. Berhasillah hijrah Rasul dan Abu Bakar dari jebakkan orang-orang Quraisy sementara Shuhaib terjebak perangkap. Dalam jebakan tersebut ia berusaha berdebat dengan orang-orang Quraisy, saat mereka lengah ia langsung naik punggung untanya lalu dipacunya sekencang-kencangnya. Tak lama kemudian terkejarlah Shuhaib dan langsung berhadapan dengan mereka. Di hadapan mereka ia berseru: "Hai orang-orang Quraisy! Kalian tentu mengetahui bahwa saya adalah ahli memanah. Demi Allah, kalian tidak mungkin dapat mendekatidiriku, sebelum saya lepaskan semua anak panah yang berada dalam kantongku, dan setelah itu akan menggunakan pedangku untuk menebas kalian hingga semua senjataku habis! Jika berani maka majulah kalian. Tapi jika kalian sepakat, saya akan tunjukkan tempat penyimpanan hartaku yang bisa diambil oleh kalian dan membiarkan aku untuk pergi. Akhirnya orang-orang Quraisy setuju untuk memilih memiliki harta peninggalan Shuhaib dan membiarkan beliau pergi menyusul Rasul. Sebuah pelajaran berharga bagi kita bahwa kejujuran Shuhaib ternyata menjadi pegangan orang-orang Quraisy sehingga mereka sama sekali tidak khawatir atas kebohongan petunjuk penyimpanan harta yang akan diberikannya..
     Akhir kisahnya, berhasillah Shuhaib menyusul Rasul di Quba. Kehadiran Shuhaib saat itu bersamaan Rasul sedang bermusyawarah dengan para sahabat. Menyambut kehadiran Shuhaib, Rasul berseru: Beruntunglah perdaganganmu, hai Abu Yahya! Beruntunglah perdaganganmu, hai Abu Yahya!. Seketika itu pula turunlah ayat: "Dan diantara manusia ada yang mengobarkan dirinya untuk mencari keridhaan Allah, dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya (QS. Al Baqarah, 2:207). Shuhaib telah mengorbankan semua hartanya untuk menebus dirinya demi mengikuti jalan iman. Dia telah melakukan jual beli yang hakiki, jual beli yang benar karena jerih payah yang berupa harta yang melimpah telah ditukar dengan mengharap keridhaan-Nya semata.
     Inilah prinsip jual beli yang benar menurut Islam, di mana Allah Swt berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, maukah kalian Aku tunjukkan kepada kalian suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kalian dari azab yang pedih? Hendaklah kalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjuang pada jalan Allah dengan harta dan diri kalian. Demikian itu adalah lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui, niscaya Dia mengampuni dosa dosa kalian dan Dia memasukan kalian ke dalam syurga yang sungai-sungai mengalir di bawahnya dan tempat-tenpat tinggal yang baik di syurga 'Adn. Itulah, Itulah keberuntungan yang besar" (QS Ash Shaff, 61:1012). Juga dalam firman-Nya: "Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan di dunia hanyalah permainan. kelalaian, perhiasan dan berbangga-bangga antara kalian dan berlomba banyak harta dan anak, seperti hujan yang tanamannya mengagumkan petani-petani., kemudian tanamannya menjadi kering dan kalian lihat warnanya kuning, kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat ada azab yang keras dan ad pula ampunan dari Allah dan keridahan-Nya. Dan tiadalah kehidupan dunia melain kan kesenangan yang menipu (QS. Al Hadiid, 57:20)
     Kini sudah selayaknya kita sadar, bahwa segala yang bersifat duniawi tidaklah pernah kekal di tangan manusia. Suatu saat nanti, istri yang cantik atau suami yang ganteng yang sangat kita cintai, anak-anak dn cucu-cucu yang lucu-lucu yang sangat kita sayangi, pangkat dan jabatan yang paling kita khawatirkan bila sampai lepas dari tangan kita, rumah bertingkat, emas dan perak yang membuat kita asyik mengosok-gosoknya tiap hari, uang tabungan yang selalu menyibukkan kita untuk menghitung-hitungnya berapa bertambah dan berapa berkurang. Mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, rela atau tidak rela, semuanya harus kita tinggalkan di alam dunia yang fana ini. Jangankan suami, istri, anak, cucu, pangkat, jabatan, harta kekayaan dan sebagainya bahkan jasad kasar kita pun harus kita tinggalkan tatkala malaikat maut menjemput kita untuk membawa kita ke satu alam yakni alam kubur atau alam barzah namanya yang merupakan alam nun jauh disana, melewati sekian lapis langit. Kata Rasulullah Saw, inilah proses perjalanan yang sangat jauh, perjalanan yang sepi tiada yang menemani kita, karena semua kita tinggalkan di alam dunia yang fana ini. Sebenarnya ada pendamping kita yang sangat setia yang mempu mnyelamatkandan membahagiakan kita di alam barzah dan di alam akhirat nanti, yaitu Iman, Taqwa dan amal ibadah kita selama hidup di dunia ini. Semoga iman, taqwa dan amal ibadah kita pulalah yang akan menjadi bekal an pendamping setia kita pada saatny nanti kita menghadap Ilahi Rabbi.
     Wallahu a'lam bish-shawab.
Sumber Lembar Kajian
Syakshiyyah Islamiyyah