Kamis, 18 November 2010

ABUDULLAH bin UMAR


  
Bercerita tentang kisah para sahabat Rasul, diakui atau tidak rasa-rasanya apa yang telah kita perbuat selama ini masih terasa sangat jauh sekali dengan apa yang telah diperbuat oleh para sahabat Rasul dalam menegakkan syariat Allah di muka bumi ini. Rasa cinta mereka kepada Allah dan Rasul-Nya tak dapat diragukan lagi merupakan hal yang harus kita teladani, Komiten aqidah, ketekunan beribadah dan kemuliaan akhlak mereka merupakan bimbingan dan binaan langsung dari "Guru Besar" mereka yang mulia, Rasulullah Saw, hendaknya menjadi motivasi diri kita untuk meneladaninya.
     Abdullah bin Umar (Ibni Umar), putra Umar bin Khatthab. Dia pelajari dan teladaninya dari ayahandanya berbagai macam perilaku kebaikan dan kemuliaan serta bersama ayahnya pula ia suri teladani Rasulullah. Saat itu ia lahir di lingkungan umat muslim yang sedang sarat dengan perjuangan dn pengorbanan menegakkan "Dinullah" yang dipimpin Rasulullah. Kehidupan masa kecil hingga remajanya tidaklah seperti layaknya kehidupan remaja pada umumnya, tapi ia dihadapkan pada kenyataan di mana saat itu kaum muslimin bersama Rasulullah sedang menghadapi musuh-musuh Allah.
     Atas hasil tempaan hidup yang sedemikian, walau baru berusia 13 tahun, jiwa mujahid Ibnu Umar ini terpanggil untuk ikut membela tegaknya Islam hingga ia ingin sekali mendampingi ayahandanya, Umar bin Kattab dalam kancah Perang Badar. Hanya cegahan Rasulullah yang bisa mengurungkan niatnya yang ingin masuk dalam jajaran pejuang Islam karena usianya yang masih muda.
     Kedekatan sosok sahabat yang satu ini dengan Rasul sangatlah dekat yang menjadikannya ia gemar mengikuti sunnah dan setiap jejak langkah Rasulullah Selalu diperhatikannya segala sesuatu yang diperbuat Rasulullahyang kemudian ditirunya. Dikisahkan, suatu saat Rasulullah Saw melakukan shalat di suatu tempat, maka Abdullah melakukannya pula di tempat tersebut. Ketika ia melihat unta tunggangan Rasulullah berputar dua kali di suatu tempat sebelum turun dari atasnya untuk melakukan shalat dua rakaat, maka iapun menirunya persis sama apa yang dilakukan Rasulullah. Atas keinginananya selalu mengikuti setiap jejak langkah Rasulullah tak urung mendapat pujian dari Ummul Mu'mimin; "Aisyah ra, yang mengatakan; "Tidak pernah saya melihat seorang sahabat yang meniru Rasululloh Saw sampai dalam segala hal kecuali Ibnu Umar"
     Prinsip Ibnu Umar ini sehaeusnya juga menjadi prinsip kita karena Allah Swt telah mengingatkan kita untuk menjadikan Rasulullah sebagai suri teladan. "Sungguh pada diri Rasulullah itu teladan yang baik bagi kalian (QS. Al Ahzaab 33:21) Rasulullah Saw diamanahi Allah Swt untuk mengemban risalah Islam dan sekaligus menjadikan risalah Islam sebagai karakter bagi kehidupan beliau. Sehingga keika 'Aisyah ra ditanya perihal Akhlaq, beliau mengatakan: "Akhlak Rasulullah adalah Al Qur'an.
     Perlu digarisbawahi bahwa ucap, sikap dan prilaku Rasulullah Saw "tidak semua" menjadi sunnah. Dalam ilmu "ushul fiqh" dikenal dua istilah yakni Sunnah Tasyri'iyyah dan Ghairu Tasyri'iyyah. Dimaksudkan dengan Sunnah Tayri'iyyah adalah sunnah yang menjadi hukum dan Sunnah Ghairu Tasyri'iyyah adalah sunnah yang tidak menjadi hukum. Sebagai contoh, perintah makan dan minum menggunakan tangan kanan adalah menjadi hukum karena jelas dinyatakan dalam hadits. Tetapi makan menggunakan sendok bukanlah menjadi hukum karena pemakaian sendok saat makan tidak ada larangannya. Demikian pula pengobatan ala Nabi, tidak bisa dijadikan hukum yang baku karena kondisi saat itu ilmu pengobatan baru mencapai setaraf itu, sementara Rasulullah sendiri menuntut kita dalam penyembuhan penyakit agarkita senantiasa mencari obatnya dalam arti kita dituntut untuk terus menggali ilmunya. Termasuk juga dalam hal berpakaian dan berkendaraan tidaklah menjadi hukum harus berpakaian dan berkendaraan seperti Rasul. Bahkan yang harus lebih kita waspadai lagiadalah jika ada seorang yang melakukan sesuatu hal yang tidak pernah dicontohkan Rasul tapi dilakukannya atas dasar prinsip "lebih baik" hal ini sama artinya menganggap Allah dan Rasul-Nya tidak pernah mengajarkan yang lebih baik.
     Abdullah bin Umar dikenal banyak meriwayatkan hadits, namun beliau tidak akan pernah meriwayatkan hadits sebelum beliau benar-benar yakin bahwayang akan disampaikannya tidak berkurang atau bertambah sedikitpun walau satu huruf. Demikian kehati-hatian beliau dalam meriwayatkan hadits begitu pula dalam berfatwa. Dikisahkan suatu ketika seorang laki-laki meminta fatwa kepada beliau terhadap suatu masalah, beliau menjawab: "Saya tidak punya ilmu sedikitpun tentang apayang kamu tanyakan". Maka laki-laki tersebut pun pergi, tidak berapa lama setelah yang bersangkutan pergi, Ibnu Umar lalu menepuk tangannya sendiri sambil bergembira dan berkata pada dirinya: "Putra Umar ditanyai sesuatu yang tidak tahu maka ia menjawab "saya tidak tahu jawabannya". Hal ini hendaknya menjadi perhatian kita semua, bahwakita harus berhati-hati dalam mengeluarkan fatwa hukum. Jika "tidak tahu" jawabannya "tidak tahu". Jika memaksakan diri untuk menjawab ternyata jawaban tersebut salah tentu akan menyesatkan banyak orang yang tanggungjawabnya sangat berat di akherat nanti. "Mereka memikul seluruh dosa mereka pada hari kiamat dan dosa-dosa orang-orang yang mereka sesatkan tanpa pengetahuan. Ingatlah amat buruk apa yang mereka pikul". (QS. An Nahl, 16:25)
     Dikisahkan pula, Abdullah bin Umar suatu ketika pernah menolak ketika beliau ditawari jabatan strategis oleh Khalifah Utsman ramenjadi qadli atau hakim sampai Khalifah agak marah karena merasa tidak dihargai sambil mengatakan: "Adakah kamu bermaksud membantah perintahku? Jawab Ibnu Umar: "Tidak! Saya tidak siap memegang jabatan tersebut semata-mata karena saya pernah mendengar dari Rasulullah Saw menyatakan bahwa pada diri seorang qodli atau hakim itu hanya ada tiga kemungkinan. Pertama, qodli yang masuk neraka jahannam karena kejahilannya. Dari sisi Islam hanya dikenal dua hukum, yakni hukum Islam dan Jahiliyyah.Hakim yang menetapkan suatu perkara tidak berdasarkan atau bahkan jelas bertentangan dengan aturan dan hukum Allah adalah hakim yang melandasi hukumnya secara "jahil" tempatnya di neraka. Kedua, qodli yang menetapkan hukum berdasarkan hawa nafsunya maka ia pun juga dalam neraka. Ketiga, qodli yang berijtihad dan ijtihadnya benar, dia tidak berdosa tapi tidak pula berpahala. Khalifah Utsman mengabulkan keberatan Ibnu Umar setelah mendapat jaminan bahwa ia tidak akan menceritakan hal itu kepada siapa pun. Karena Khalifah merasa khawatir jika masyarakat mengetahui keberatan Ibnu Umar maka tidak ada seorang pun yang shaleh yang mau ditunjuk sebagai qodli.
     Ibnu Umar dikenal pula sebagai "saudara kandungnya malam dari sahabatnya waktu sahur". Dikatakan "saudara kandungnya malam" karena tidak lewat satu malam pun dalam hidupnya kecuali beliau melakukan shalat tahajud kepada Allah SWT, baik dalam kondisi mukim maupun musafir. Sementara dikatakan sebagai "Sahabatnya waktu sahur", karena waktu sahur selalu beliau pergunakan untuk beristighfar setiap malam terkait dengan cerita mimpi, dimana dalam mimpinya beliau seakan-akan memegang sehelai kain beludru yang dengan kain tersebut ia dimungkinkan pergi ke tempat mana pun yang ada di syurga, ketika akan menaiki kain tersebut tiba-tiba ada dua orang menghadangnya dan bermaksud menyeretnya ke dalam Neraka Jahannam sampai kemudian datanglah malaikat yang berkata kepada kedua orang tersebut, pergilah kalian, maka pergilah dua orang tersebut. Mimpi beliau ini diceritakan kepada adik kandung perempuannya,Hafsah. Yang kemudian Hafsah menemui Rasul menanyakan perihal mimpi kakaknya., Rasul mentakwilkan mimpi tersebut dengan mengatakan: "Betapa kenikmatan akan diperoleh Ibni Umar jika dia banyak melakukan shalat malam". Maka sejak itu sampai akhir ayatnya tidak satu malam kecuali beliau melaksanakan tahajud baik saat mukim maupun musafir.
     Beliau pun dikenal sangat rajin membaca Al Qur'an, dan seperti halnya ayahnya, Umar bin Khatthab yang senantiasa tidak bisa menahan derai air matanmya jika sedang membaca atau dibacakan firman-firman Allah. Suatu ketika diriwayatkan seorang sahabat beliau yakni "Ubeid bin Umeir" membacakan di hadapan beliau firman Allah : "Maka bagaimanakah (keadaan orang kafir kelak) apabila Kami datangkan seorang saksi (Rasul) dari setiap umat dan Kami datangkan engkau (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu? Pada hari itu orang-orang kafir dan orang-orang yang durhaka kepada Rasul ingin supaya mereka disamaratakan dengan bumi, dan mereka tidak akan dapat menyembunyikan perkataan terhadap Allah" (QS. An Nissa, 4:41-42). Maka menangislah Ibnu Umar sampai basah seluruh janggutnya oleh air matanya.
     Dikisahkan pula, suatu ketika beliau berkumpul dengan para sahabatnya lalu beliau membacakan ayat 1-6 QS. Al Muthafffifiin: "Celakalah bagi orang-orang yang curang (yaitu) orang -orang yangapabila timbangan dari orang lain, mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menimbang untuk orang lain mereka mengurangi. Tidaklah mereka itu mengira bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan pada suatu hari yang besar pada hari itu manusia berdiri di hadapan Tuhan semesta alam", Saat membacakan ayat terakhir, "Pada hari itu manusia berdiri di hadapan Tuhan semesta alam", yang diulang-ulang sambil air matanya terus mengalir deras bak hujan yang turun sampai akhirnya beliau pun jatuh karena duka dan tangisnya sendiri.
     Beliau dikenal orang yang dermawan, disamping hidupnya zuhud (sederhana) juga terkenal wara (selalu memberi yang dihalalkan oleh Allah). Hidupnya zuhud padahal beliau sangat kaya, pengusaha dan dapat gaji rutin dari Baitulmal, namun semuanya hampir tidak pernah menyisa di rumahnya karena beliau lebih senang membagi-bagikannya kepada fakir-miskin dan anak-anak yatim. Diriwayatkan oleh Ayub bin Wa-il ar Rasibi, suatu kali Ibnu Umar diberi seseorang uang lima ribu dirham dan satu baju hangat. Keesokan harinya, Ibnu Wa-il melihat Ibnu Umar membeli makanan ternak sambil berhutang, maka Ibnu Wa-il pergi menemui keluarganya mempertanyakan mengapa bisa terjadi hal itu. Jawab keluarganya, Benar, Ibnu Umar kemarin telah menerima uang namun hari itu juga habis dibag-bagikan kepada fakir miskin dan anak-anak yatim. Malamnya Ibnu Umar keluar rumah sambil membawa baju hangat dan diberikannya kepada fakir miskin, Ibnu Wa-il pun keluar lalu naik ke tempat yang agak tinggi di pasar, kemudian berseru :"Wahai para pedagang, apa yang telah kalian perbuat untuk dunia ini, lihatlah kehidupan Ibnu Umar, seorang memberinya limaribu dirham dia segera membagikannya, dan besok harinya beliau membeli makanan ternak dengan berhutang, di mana kalian dan di mana Ibnu Umar/. Inilah gambaran bagi seseorang yang mencintai Allah yang memiliki tujuan hidup yang benar demi memperoleh kebahagiaan akhirat Allah SWT berfirman: "Harta dan anak-anak lperhiasanhidup di dunia dan amal shaleh yang kekal adalah sebaik-baik pahala di sisi Tuhanmu dan sebaik-baik cita-cita" (QS. Al Kahfi, 18:46). Peringatan senada dapat disimak pada ayat 20. QS. Al Hadiid.
     Kedekatan beliau kepada fakir miskin dan anak-anak yatim mengakibatkan hampir beliau atidak pernah makan kecuali di sekelilingnya anak-anak yatim dan fakir miskin yang makan bersama beliau. Kelembutan hatinya sangat dikenal oleh para fuqara, mereka merasakan bagaimana manisnya kasih sayang Ibnu Umar, karena itu mereka selalu duduk di tempat yang akan dilalui Ibnu Umar dengan harapan diajak makan bersama di rumahnya yang penuh oleh fakir miskin seperti rombongan tawon yang sedang mengelilingi sekuntum bunga. Bagi Ibnu Umar harta adalah budak bukan tuan. Inilah yang Allah SWT telah peringatkan kepada kita : "Apakah engkau mengetahui orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya? (QS. Al Furqaan, 25:43).
     Akhir kisah, beliau wafat setelah mencapai usia 85 tahun dengan membawa banyak pahala atas komitmen dan kelurusan iman yang pada gilirannya dia mencapai kemuliaan hidup di sisi-Nya. Mudah-mudahan kita dapat meneladaninya, insya Allah. Amin!.
     Begitu panjang jika kita akan berusaha mengungkap kisah satu persatu kehidupan sahabat rasul, sehingga jika diurai dalam deretan tulisan tidaklah cukup berlembar-lembar kertas untuk mengungkapnya. Alangkah baiknya jika kita dapat meluangkan waktu untuk langsung mengikuti kajiannya secara rutin untuk mendengarkan paparan-paparan kisah sahabat Rasul selanjutnya.
     Wallahu-a'lam bish-shawab.

Sumber: Lembar Kajian
Syakshiyyah Islamiyyah
Forum Ulama Ummat Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar